Srinagar, India (ANTARA News/AFP) - Tim dua orang dari Amnesti Internasional tiba Senin dalam sebuah kunjungan yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya ke Kashmir India untuk menilai situasi hak asasi manusia di wilayah yang dilanda pemberontakan itu, kata sejumlah pejabat.

Baru pertama kali ini New Delhi mengizinkan kelompok HAM itu mengunjungi Kashmir sejak meletusnya pemberontakan muslim menentang kekuasaan India pada 1989.

"Tim dua orang tiba di Srinagar untuk kunjungan penilaian hari ini," kata seorang polisi kepada AFP.

"Mereka akan berada di sini selama beberapa hari," kata polisi yang tidak bersedia disebutkan namanya itu, dengan menambahkan bahwa aktivis-aktivis HAM lokal mengkoordinasi kunjungan mereka ke berbagai tempat.

Kedua anggota itu -- semuanya orang India -- mengunjungi rumah separatis yang dipenjarakan, Shabir Shah, dan mengadakan pertemuan dua jam dengan istrinya.

"Saya memberi tahu mereka bagaimana suami saya ditangkap beberapa kali dengan alasan-alasan yang tidak jelas," kata Bilkees Shah kepada AFP.

Polisi menyatakan, separatis itu ditangkap karena mengobarkan protes anti-India.

"Saya juga mengungkapkan kepada mereka pelanggaran-pelanggaran HAM berat di Kashmir yang dilakukan oleh pasukan keamanan," kata wanita itu, yang mendesak Amnesti Internasional memainkan peranan untuk membebaskan tahanan-tahanan politik.

Mirwaiz Umar Farooq, separatis ternama dan ulama utama di masjid besar Kashmir, menyambut baik kunjungan kelompok HAM itu.

"Amnesti perlu memusatkan perhatian pada situasi lapangan di wilayah itu, khususnya penahanan ilegal tokoh-tokoh politik dan hilangnya lebih dari 9.000 orang," kata Farooq dalam sebuah pernyataan.

Sentimen anti-India tinggi di wilayah Himalaya tersebut. Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan India melakukan pelanggaran HAM. Para pejabat menyatakan menyelidiki semua tuduhan.

Gerilyawan Kashmir juga dituduh melakukan pelanggaran HAM.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010