Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak agar penangangan kasus terorisme oleh Polri diaudit secara transparan, khususnya terkait operasi anti teror Densus 88 yang beberapa menewaskan sejumlah orang yang diduga teroris.

"Excessive use of force (penggunaan kekerasan yang berlebihan) oleh Polri patut dicemaskan karena ketiadaan audit yang bersifat transparan dan independen," kata Direktur Riset Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Zainal Abidin di Jakarta, Senin.

Menurut Zainal, seharusnya Polri memperkuat audit internal khususnya dalam menilai jalannya suatu operasi bersenjata seperti penggerebekan tempat yang didalamnya terdapat orang-orang yang diduga teroris.

Selain itu, ujar dia, Polri juga harus memberikan penjelasan secara lebih transparan misalnya dengan membeberkan kronologis secara detil kepada publik mengenai operasi bersenjata yang telah dilakukan Densus.

Ia juga menegaskan, aspek akuntabilitas harus dicermati pula agar operasi itu tidak terjebak dalam pelanggaran HAM.

Zainal juga mendorong agar institusi independen seperti Komnas HAM melakukan investigasi untuk menyelidiki apakah yang telah dilakukan oleh Densus dalam berbagai operasi penggerebekan telah proporsional.

Senada dengan Zainal, Ketua Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Sunaryo mengatakan bahwa kepolisian yang telah menjalankan operasi bersenjata terhadap mereka yang diduga teroris harus bisa menjelaskan kepada publik mengenai prosedur yang telah dijalani.

"Penjelasan tentang prosedur itu bisa disampaikan secara terbuka dan tidak dilakukan secara tertutup," kata Sunaryo.

Ia menuturkan, penggunaan kekerasan oleh aparat hanya bisa dilakukan bila memang terbukti untuk mencegah aksi kekerasan yang lebih besar lagi dan bukannya hanya berdasarkan dugaan tanpa disertai adanya bukti yang kuat.

Sedangkan Direktur Eksekutif Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK) Fachrurozi memaparkan, seharusnya terdapat tim pengawas independen untuk mengawasi dan mengklarifikasi operasi antiterorisme.

(T.M040/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010