Bangkok (ANTARA) - Thailand akan menerima 200 ribu vaksin COVID-19 pertamanya pada Februari dari Sinovac Biotech China, dan akan memiliki kapasitas untuk memproduksi 200 juta dosis vaksin AstraZeneca secara lokal per tahun, kata pejabat senior.

Thailand, yang bertujuan untuk menginokulasi sedikitnya setengah dari 70 juta penduduknya, harus menerima pengiriman 200 ribu dosis vaksin Sinovac pada Februari, ujar Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada Senin.

Negara itu telah memesan total dua juta dosis vaksin dari Sinovac.

"Saya telah memberikan arahan mengenai vaksin dan berharap dalam 1-2 bulan kami akan menerima lot pertama untuk profesional medis untuk sekitar 200 ribu dosis," kata Prayuth, dalam sebuah cuitan Twitter yang diunggah oleh kantornya.

Negara Asia Tenggara itu melaporkan peningkatan infeksi harian terbesar dengan 745 kasus pada Senin. Prayuth mendesak orang-orang untuk tinggal di rumah guna membatasi penyebaran dan menghindari perlunya penguncian nasional yang ketat.

Selain itu, sebanyak 800 ribu dosis vaksin Sinovac lainnya akan tiba pada Maret, dan satu juta dosis tambahan tiba pada April.

Thailand pada November menandatangani kesepakatan untuk 26 juta dosis vaksin AstraZeneca, yang akan diproduksi oleh perusahaan lokal, Siam Bioscience, dengan kelompok pertama akan siap pada Mei, kata Direktur Jenderal Departemen Ilmu Kedokteran Supakit Sirilak.

Vaksin yang diproduksi secara lokal akan diserahkan untuk persetujuan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand (FDA) pada April, ujar direktur pelaksana Siam Bioscience Songpon Deechongkit.

Perusahaan tersebut akan mampu memproduksi 200 juta dosis per tahun, untuk dijual di dalam negeri dan di wilayah tersebut, kata Songpon.

Sektor swasta dipersilakan untuk berpartisipasi dalam produksi dan distribusi vaksin, jika terdaftar di FDA Thailand, kata Supakit.


Sumber: Reuters
Baca juga: Thailand harap Vaksin COVID-19 buatan sendiri siap dipakai tahun depan
Baca juga: November, Thailand uji klinis vaksin COVID-19 pada manusia
Baca juga: Thailand rekomendasikan tindakan lebih ketat saat gelombang kedua

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021