Ilustrasi (Pixabay)


Bentuk respon yang disarankan

Tala berpendapat, latar belakang pendidikan memang akan mempengaruhi konten ucapan dan opini seseorang. Seseorang yang belajar psikologi pun bisa saja salah atau terburu-buru dalam menangapi masalah.

Selain pendidikan, pengalaman hidup juga akan sangat mempengaruhi bagaimana Anda berucap, bersikap menanggapi masalah. Ada yang menjadi lebih bijak ada yang justru menjadi lebih keras.

Anda bisa memilih mau bersikap reaktif atau responsif. Saat Anda memilih responsif, maka Anda akan berpikir dulu sebelum berkomentar.

Menurut Tala yang fokus menggunakan pendekatan Acceptance Commitment Therapy (ACT) dalam praktinya itu, daripada berusaha mengomentari masa lalu lawan bicara Anda, lebih baik mendukung dia dengan memberikan reward.

Kalimat yang bisa Anda ucapkan kurang lebih begini:

Waktu kamu mengalami eating disorder, pasti masa itu jadi masa-masa yang gelap banget ya. Kamu pasti sudah berjuang sejauh ini sampai bisa hadir di depan kita. Kami paham dunia modeling ini memang mungkin keras sehingga banyak tuntutan yang diberikan. Tapi kamu hebat sudah bisa berjuang sampai sekarang dan kembali menjadi dirimu yg tampil lebih percaya diri. Ya memang ada kalanya kita jatuh tapi kalau sudah bisa bangkit, semoga bisa terus dipertahankan ya. Sesekali down it's oke dan kamu sudah membuktikan bahwa dirimu lebih kuat dari yang kamu bayangkan.

Baca juga: Tidur berkualitas tingkatkan kesehatan mental dan fisik

Cara Anda mendukung dia terkadang tidak perlu dengan banyak kata, melainkan menunjukkan sikap menghargai padanya.

Menurut Ika, Anda tidak perlu terburu-buru mencari jalan keluar versi Anda. Saat bingung harus merespon seperti apa, Anda bisa bertanya apa yang teman Anda itu harapkan.

"Karena kadang mereka hanya ingin didengarkan dan dipahami saja. Kalau dirasa persoalannya sangat berat dan orang itu minta bantuan kita tapi kita tidak sanggup, kita bisa sarankan untuk berkonsultasi ke profesional seperti psikolog atau psikiater untuk membantu memahami kondisinya dan menberikan treatment yang dapat membantu mengelola kondisinya," kata dia.

Berkaca dari komentar sang presenter, memang ada kesan dia berusaha mengajak sang model tahan banting atas masalahnya dan tangguh karena dia menganggap tekanan hal wajar.

Hal ini sebenarnya rasional tetapi, menurut Tala, dari sudut pandang orang pernah yang pernah terpuruk hal ini mungkin tak mudah. Belum lagi orang-orang yang melihat aksi sang presenter tanpa tahu maksud sebenarnya lalu gemas dan berujung mengeluarkan komentar negatif padanya.

"Bagi dia mungkin hal biasa. Dia pakai logika dan rasionalnya kan. Jadi dia mewajarkan dan berharap Iline (nama model) cepat melewati itu semua. Sisi baiknya ya tetap ada, hanya saja kan enggak semua orang bisa men-switch emosi dan pikiran secepat dia (Deddy) yang sudah terlatih," tutur Tala yang berpraktik di Klinik Mutiara Edu Sensory, Bintaro itu.

Dari sisi penutur curhat, menurut Tala, apabila dia merasa komentar sang presenter wajar maka tidak menjadi masalah, bisa jadi dia mungkin sudah benar-benar pulih dari masa lalunya.

Lain halnya bila dia ternyata komentar sang presenter justru menjadi masalah baru baginya. Ini yang perlu diwaspadai.

Baca juga: Cara pulihkan psikis setelah terpapar COVID-19

Baca juga: Psikolog: Kenali gejala "burn out" dan cara mengatasinya

Baca juga: Lonjakan kasus bunuh diri akhiri penurunan 10 tahun terakhir di Jepang

 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021