Banyuwangi (ANTARA News) - Artis dan penyanyi Emilia Contesa yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi calon bupati terkaya dibandingkan dengan dua pesaing lainnya.

Berdasarkan laporan harta kekayaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dirilis Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyuwangi, Kamis, harta kekayaan Emilia Contesa yang menjadi cabup nomor urut tiga itu mencapai Rp80.163.067.900,00.

"Harta kekayaan itu berdasar perhitungan harta tidak bergerak dan bergerak," kata anggota KPU Kabupaten Banyuwangi, Hary Priyanto.

Ia menjelaskan harta tidak bergerak yang dimiliki Emilia Contesa berupa sembilan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Selatan, Tangerang, dan Banyuwangi.

"Untuk harta bergeraknya terdiri atas tiga mobil pribadi, hasil perkebunan, kehutanan, dan logam mulia," ujarnya.

Ibu dari artis dan penyanyi Denada yang asli kelahiran Banyuwangi itu maju dalam pencalonan bupati periode 2010-2015 dengan didukung koalisi Partai Gerindra, Republikan, PAN, dan beberapa partai nonparlemen.

Calon bupati terkaya berikutnya adalah Jalal dengan harta kekayaan sebesar Rp4.651.406.350,00 dan Abdullah Azwar dengan total kekayaan sebesar Rp3.410.217.168,00 dan uang simpanan 18.600 dolar AS.

Terkait harta kekayaan calon wakil bupati, Hary Priyanto mengungkapkan calon wakil bupati Zaenuri Ghazali yang menjadi pasangan Emilia Contesa menempati posisi pertama dengan harta kekayaan sebesar Rp7.466.796.190,00.

Diikuti Yusuf Nuris (pasangan Jalal) sebesar Rp1.152.741.250,00. sedangkan Yusuf Widyatmoko (pasangan Abdullah Azwar Anas) di urutan ketiga yang memiliki harta sebesar Rp381.251.049,00.

Hary Priyanto mengemukakan laporan kekayaan cabup-cawabup itu dipakai sebagai alat kontrol dan menjadi dasar perbandingan lima tahun mendatang apabila salah satu dari mereka terpilih sebagai bupati dan wakil bupati.

"Apakah nanti setelah menjadi bupati harta kekayaan bertambah atau berkurang. Kalau bertambah, penambahan harta itu diperoleh dari mana? Apakah bertambah secara wajar atau tidak sehingga bisa dijadikan kontrol tindakan korupsi," katanya.(*)
(T.D010/D007/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010