Jakarta (ANTARA News) - Para tokoh agama dalam kongres ketiga di Jakarta, 5-11 Juni 2010, mengeluarkan pernyataan perlunya dilakukan revolusi mental, berupa perubahan mendasar atas pranata, lembaga, dan kebijakan publik.

Pernyataan tersebut dikeluarkan, Jumat siang, setelah melakukan pembicaraan secara mendalam mengenai perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang terjadi dewasa ini.

Ketua Pusat Kerukunan Umat Beragama, Abdulah Fattah mengatakan, berbagai perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dewasa ini yang meliputi aspek politik dan hukum, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan menunjukkan adanya kontradiksi yang memprihatinkan.

"Sebagai akibat kemajuan-kemajuan yang dicapai ternyata disertai penggerusan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia," katanya.

Abdulah Fattah mengatakan, kondisi ini tidak boleh dibiarkan tanpa adanya suatu upaya sadar untuk mengembalikan nilai-nilai luhur sebagai pendorong tercapainya kemajuan dalam setiap segi kehidupan.

"Kami tokoh-tokoh agama memiliki tanggungjawab untuk terjadinya langkah-langkah yang nyata agar proses penggerusan itu berhenti dengan menjadikan agama menjadi sumber moralitas, etik, dan spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.

Para tokoh agama berpandangan suatu bangsa yang kehilangan pijakan moral, etik, dan spiritual sesungguhnya menjadi masyarakat yang rapuh dan akan mengalami disorientasi, katanya.

Fattah juga menyebutkan bahwa di bidang politik ada kemajuan pada kehidupan demokrasi dengan diakuinya Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, bertumbuhkembangnya kebebasan dan kesadaran politik masyarakat.

Namun demikian, bersamaan dengan itu telah terjadi praktik berdemokrasi dan penggunaan kebebasan (termasuk kebebasan pers) yang mengabaikan etika, tatakrama, dan tujuan berdemokrasi.

Di bidang hukum, pihaknya merasa prihatin karena hukum tidak lagi diabdikan bagi tegaknya kebenaran dan keadilan, tetapi lebih menghamba kepada kekuasaan, kekayaan dan kepentingan-kepentingan sempit, katanya.

Karena itu proses penegakan hukum tidak memberi harapan bagi rakyat yang lemah dan miskin, tambahnya.
(E001/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010