Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengatakan bahwa konyol jika ketua MK ikut sebagai tergugat keempat terkait kasus cek kosong Koperasi Konstitusi senilai Rp4,203 miliar.

"Itu konyol, kalau begitu penipuan yang dilakukan di Setjen MPR harus dipertanggungjawabkan oleh ketua MPR, kalau di Gedung DPR harus dipertanggungjawabkan oleh ketua DPR, kalau terjadi Setneg harus dipertanggungjawabkan oleh Presiden. Itu lelucon yang tak lucu," kata Mahfud, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Menurut Mahfud, secara hukum, sesuai dua akte notaris pendirian koperasi, ketua MK tidak punya hubungan struktural dengan Koperasi Konstitusi.

"Meskipun ketua MK, saya bukanlah anggota koperasi, jadi tak mungkin punya hubungan dengan urusan keungan Koperasi Konstitusi," ujarnya menegaskan.

Dia juga menjelaskan bahwa ketua MK hanya menjadi pembina eksternal bersama dengan pejabat di bidang koperasi (menteri koperasi), pengurus PKP-RI DKI dan Lembaga Gerakan Koperasi yang resmi sesuai dengan UU.

"Jadi, hubungan saya dengan Koperasi Konstitusi sama jaraknya dengan hubungan antara menteri koperasi dengan Koperasi Konstitusi," katanya.

Mahfud juga menjelaskan hubungan piutang antara Thamrin Sianipar dengan Hendani adalah masalah pribadi yang mengaku atas nama koperasi dan terjadi 26 Mei 2008.

Pengacara Tamrin Sianipar, Gusmawati Azwar, mengatakan Ketua MK, Mahfud MD, ikut menjadi tergugat dalam kasus cek kosong yang diterbitkan oleh Koperasi Konstitusi senilai Rp4,203 miliar karena bertanggungjawab atas lembaga MK.

"Karena yang mewadahi MK kan ketuanya. Ketua kan harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di MK," kata Gusmawati.

Kasus cek kosong ini bermula saat Tamrin Sianipar berkenalan dengan Hendani pada 2008 yang menyebutkan bahwa peminat tender proyek-proyek MK harus melalui Koperasi Konstitusi.

Tamrin yang diiming-imingi keuntungan 10 persen dari proyek-proyek MK dengan menyetor dana mencapai Rp3,841 miliar untuk mengerjakan berbagai proyek di MK, seperti pengadaan jaket, pengecatan gedung baru Mahkamah, sampai perbaikan rumah dinas di Bekasi.

Dalam perjanjian tersebut, Tamrin mendapatkan cek pengembalian modal beserta keuntungannya dalam tiga tahap, yakni dua cek pertama diterima Tamrin, atas nama Koperasi Konstitusi yang ditandatangani oleh Bendahara Koperasi Konstitusi, Wiryanto.

Cek pertama senilai Rp188.100.000 dan cek berikutnya Rp225.500.000. Sementara cek ketiga diterima Tamrin pada 30 Oktober 2009 berjumlah Rp3.789.260. 000.

Namun, lanjut Gusmawati, ketiga cek tersebut tidak bisa dicairkan karena tidak ada dananya, sehingga kliennya protes dan melakukan pertemuan beberapa kali dengan Koperasi Konstitusi, namun hasilnya nihil sehingga mengajukan gugatan tersebut.

Dia juga menyebutkan bahwa sejak April 2010 Hendani malah menghilang dan tak bisa ditemui lagi. Tamrin lalu melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sidang perdanya telah berlangsung pada Kamis (24/6) pekan lalu. "Pada Kamis (1/7) besok sidang dilanjutkan dengan agenda mediasi," jelasnya.

Dalam gugatannya ini, Tamrin menuntut ganti rugi Rp4,2 miliar ditambah bunga dua persen per bulan terhitung sejak 30 Oktober 2009.
(ANT/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010