Bandar Seri Begawan (ANTARA News) - Bagi sejumlah penyair asal Indonesia juga negara lain, termasuk penyair setempat yang mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara IV di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 16 -19 Juli, merokok di tempat umum harus sembunyi.

"Tolong kalau merokok sembunyi-sembunyi, sebab kalau tertangkap polisi bisa kena denda," kata salah seorang panitia Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) IV Brunei Darussalam, Dony (34), kepada sejumlah penyair asal Jawa Timur.

Negara di bawah kepemimpinan Sultan Hassanal Bolkiah itu, mulai mengeluarkan larangan merokok di tempat umum secara serius, paling tidak sejak tiga tahun lalu.

Dony dan sopir kendaraan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, Haji Rahim (52) mengatakan, bagi perokok yang tertangkap untuk pertama kali, dikenai denda 150 ringgit atau sekitar Rp975.000.

Kalau perokok tadi tertangkap lagi untuk kedua kalinya dihukum denda 300 ringgit atau sekitar Rp1,9 juta lebih, dan ketiga kalinya dikenai denda 1.000 ringgit atau Rp6,5 juta.

Mendengar penjelasan sejumlah panitia PPN IV, sejumlah penyair asal Indonesia, nyalinya menjadi "ciut".

Adanya larangan merokok di tempat umum dengan sanksi denda itu, cukup membawa dampak kepada sejumlah pasar swalayan atau toko di wilayah setempat.

Dengan diantar Haji Hasim, ANTARA berusaha mencari rokok di sejumlah pasar swalayan yang biasa menjual rokok.

Di pasar swalayan kelima, baru bisa ditemukan penjual rokok, kebanyakan menjual rokok putih dan "mild" produk Indonesia serta mancanegara. Di sebuah "mini market", penjual menempatkan rokok di balik lemari, tidak dijual secara terang-terangan.

Menurut Haji Rahim, penjual rokok di "mini market" tersebut, sebenarnya juga sudah menyalahi ketentuan yang dikeluarkan atas larangan merokok. Alasannya, "mini market" tersebut lokasi hanya berjarak tidak lebih 100 meter dari Balai Polisi setempat dan sekolahan.

"Menjual masih diperbolehkan, harus izin secara resmi," ucapnya menjelaskan.

Haji Rahim mengaku, di sejumlah "mini market" yang dikunjungi tersebut, sekitar tiga bulan yang lalu, sebenarnya masih menjual rokok.

"Kalau sekarang tidak menjual rokok lagi, saya juga baru tahu," ujarnya dengan nada bersunguh-sungguh.

Meski bisa mendapatkan rokok, dalam kegiatan PPN IV cukup merepotkan para penyair asal Indonesia yang memiliki kebiasaan merokok.

Seorang penyair asal Bojonegoro, Jatim, Agus Sigro (35) dan Didik Wahyudi (32), menyatakan tetap nekad merokok.

"Di Brunei, rasanya merokok seperti sedang melakukan perbuatan jahat," seloroh Agus Sigro sambil tersenyum.

Karena ada larangan itu, para penyair Indonesia, terpaksa harus merokok dengan sembunyi-sembunyi, kecuali ketika berada di penginapan.

Di tempat penginapan mulai di Pusat Belia, Grand City Hotel dan di Hotel Galery, bisa merokok di dalam kamar.

Jarak lima meter
Dalam kegiatan PPN IV, diikuti 132 penyair asal Indonesia, dua penyair asal Thailand, 25 penyair asal Malaysia dan sekitar 75 penyair setempat. Sebagian di antaranya memiliki kebiasaan merokok.

Di lokasi acara, di Radio Televisyen Brunei, para penyair Indonesia harus keluar ruangan mencari tempat yang tersembunyi seperti semak-semak, untuk menghisap tembakau tersebut.

Itu pun mereka harus tetap waspada, sesekali berjaga melihat kemungkinan ada polisi datang.

"Sebenarnya merokok jaraknya harus lima meter dari bangunan atau tempat umum, kurang dari itu dilarang," papar Dony menjelaskan.

Larangan merokok tersebut, dampaknya mulai terlihat di sejumlah wilayah perkotaan di Bandar Seri Begawan.

Hanya saja, larangan merokok tersebut belum terlalu berpengaruh di wilayah pedesaan, di antaranya di tempat wisata Jerudong sekitar 20 kilometer dari Brunei Darussalam, juga di kawasan wisata hutan Shahbandar, termasuk di Kampung Air.

"Kalau di sini larangan merokok belum terlalu kuat (kurang ditaati). Entah nanti," kata Mohammad Kasim, seorang penjual ikan laut asal Kediri di pasar Jerudong dengan tersenyum.

Di Negara Brunei Darussalam, sebagaimana diungkapkan Setiausaha Bersama PPN IV, Mohd. Zefri Ariff, adanya larangan merokok di wilayah setempat, tidak merugikan warga.

Alasannya, negara di utara Pulau Kalimantan berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa dengan luas wilayah 5.567 kilometer persegi itu, tidak memiliki petani tembakau atau industri rokok.

"Semua rokok di sini impor, juga beras kami datangkan dari Thailand," papar guru besar Universitas Brunei Darussalam itu mengungkapkan. *(KR-SAS*C004/Z002)

Oleh Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010