Yogyakarta (ANTARA News) - Wayang sawah yang dibuat dari limbah batang padi atau "damen", kian memperkaya dunia perwayangan di Indonesia, kata salah seorang relawan seni Balai Budaya Minomartani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kuncoro.

Ia di Yogyakarta, Sabtu, mengatakan, disebut wayang sawah karena bahan baku untuk membuat wayang itu dari limbah batang padi (damen), dan tanaman padi identik dengan sawah.

Namun, menurut dia, wayang sawah juga terkadang terbuat dari sabut buah kelapa. "Ini dilakukan, juga sebagai upaya memanfaatkan limbah alam.

Ia mengatakan tokoh-tokoh wayang sawah berbeda dengan tokoh wayang pada umumnya termasuk wayang kulit. "Bentuk wayang sawah pun tidak jelas menggambarkan sosok tokoh dalam perwayangan.

Meski demikian, tokoh dalam wayang sawah akan tampak dan dapat dinikmati penonton, tergantung bagaimana kepintaran dalang dalam membawa penonton berimajinasi ke dalam tokoh itu.

"Sedangkan kisah atau cerita yang diangkat dalam wayang sawah sedikit berbeda dengan kisah perwayangan pada umumnya. Kisah dalam wayang sawah sebagian besar diangkat dari kisah kehidupan manusia dengan lingkungan sekitar, dan biasanya menceritakan kisah tentang legenda," kata Kuncoro.

Menurut dia, untuk membuat wayang sawah tidak sulit, karena bahan bakunya tersedia cukup banyak dan mudah diperoleh di sawah yang habis panen padi khususnya di perdesaan.

"Untuk menciptakan bentuk wayang sawah juga tidak memerlukan keahlian maupun keterampilan, bahkan setiap orang dapat membuat dan membentuknya sedemikian rupa, karena memang tidak ada patokannya," katanya.

Kuncoro mengatakan dalam pementasan wayang sawah, musik pengiring tidak seperti wayang pada umumnya. "Musik pengiring wayang sawah sangat sederhana,

namun menarik, yakni hanya menggunakan gamelan serta kentongan. Penyajian wayang sawah dan musik pengiringnya secara teatrikal," katanya.

Ia mengatakan sampai sekarang wayang sawah telah dipentaskan di berbagai tempat di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, di antaranya Taman Budaya Yogyakarta, Balai Budaya Minomartani, serta di Festival Budaya Yogyakarta pada 2009.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010