Colombo (ANTARA News) - Lupakan Macan Tamil dan hapus bayangan konflik dalam bayangan Anda. Sekarang nikmati saja teh Srilangka yang bercita rasa tinggi itu atau jika Anda berkantong tebal barengi dengan mengoleksi safir dan topaz yang disebut penjelajah Italia, Marco Polo, sebagai yang terbaik di dunia.

Mengunjungi Srilangka tanpa mengenal teh dan batu-batu permata indah menawan, ibarat ke Yogyakarta tanpa ke Kota Gede atau ke Sidney tanpa ke Opera House.

Batu permata dan teh Srilangka berbeda dari bagian dunia lainnya, setidaknya menurut penikmat teh dan kolektor permata.

"Semua wanita Pulau Ceylon berkalung rubi warna-warni. Lengan dan kaki mereka juga dikalungi gelang, sementara puteri-puteri raja mengenakan untaian rubi di kepalanya," kata pengelana dan ulama terkenal, Ibnu Battutah.

Secara geologis, Srilangka adalah negeri tua di mana 90 persen batuan di pulau ini, termasuk permata, berasal dari era Prakambrium, antara 560 juta-2.400 juta tahun lalu. Oleh karena itu, kulitasnya selalu di atas.

Dari semua daerah yang ada, Ratnapura adalah situs penambangan permata terbesar Srilangka sehigga dijuluki kota permata.

Di antara batu-batu permata buatan Srilangka itu, safir biru adalah paling terkenal karena warna, kejernihan, dan kemilaunya unik dibandingkan permatan mana pun di dunia.

Awal pekan ini, ANTARA menyusuri kawasan dekat jalan raya eksotis yang memanjang dari barat Srilangka di Colombo, sampai selatan negeri itu di Galle. Namanya Galle Road.

Di daerah ini sejumlah butik permata kesohor berdiri, dan yang terkenal adalah Zam Gems yang tersebar di lima negara.

Sahran Abdul, Sales & Marketing Manager Zam Gems, menuntun ANTARA menyaksikan batu-batu yang kadang ditambang sampai kedalaman 50 kaki dari permukaan tanah itu diolah, dipoles, dihaluskan, diuji kualitasnya, dan lalu dipajang.

Pengerjaan batu-batu permata itu begitu teliti sehingga pembeli niscaya tidak kecewa.

Sahran menunjukkan batu safir sebesar biji sawo berharga Rp120 juta hingga yang sebesar telur puyuh yang ternyata lebih rendah nilainya, antara Rp9,8 juta - Rp48 juta.

Sekedar informasi, hampir semua penjual batu permata Srilangka adalah Muslim, dan mereka adalah kaum termakmur di negeri itu.

Zam Gems menjaga betul kualitas produknya. Mereka memiliki spesialis penaksir permata (gematolog), selain juga spesialis intan.

"Di seluruh Srilangka hanya ada sepuluh gematolog bersertifikat," kata P.K. Susitha, gematolog Zam Gems Ltd.

Susitha bertugas menjaga kualitas dan keaslian produk, sekaligus memberi jaminan terakreditasi secara internasional.

Ada banyak batu permata yang ditawarkan butik-butik Srilangka, namun umumnya adalah safir biru, batu kecubung atau amethyst, batu delima, batu bulan, turmalin, topaz, dan spinel.

Batu-batu permata itu mempunyai artinya masing-masing. Batu delima misalnya, melambangkan keteguhan dan kesetiaan, intan atau safir putih perlambang kesucian, safir hijau menyimbolkan cinta, mata kucing menyiratkan umur panjang dan kesehatan, rubi itu penolak bala, sedangkan topaz melambangkan persahabatan.

Batu-batu permata itu juga bisa menjadi hadiah ulang tahun, seperti amethyst untuk mereka yang lahir bulan Februari, intan untuk April, safir biru bagi September, dan topaz untuk November.

Teh

Negara Pulau yang dulu bernama Ceylon itu juga dikenal sebagai produsen teh berkualitas tinggi.

Penguasaan teh di negara yang menggantungkan 25 persen ekspornya pada teh itu dilakukan secara ilmiah dan cermat hingga menghasilkan campuran teh wangi terbaik dunia. Namanya pun harum ke seantero bumi.

"Setelah tahu saya ke Srilangka, mertua berpesan untuk dibelikan teh sebanyak mungkin," kata Safiuddin Awaludin, ustad yang khusus didatangkan Kedutaan Besar RI di Srilangka guna memberi siraman rohani Ramadan di Kedubes itu.

Rupanya, sebelum ini Safiuddin kerap dikirimi teh oleh sahabatnya di Srilangka yang lalu dibaginya dengan keluarga, termasuk sang mertua, sehingga mereka menjadi tahu ternyata teh itu bisa dikemas dan diracik sedemikian menarik, kaya rasa dan aroma.

Nihal Gooneratne, Managing Director/CEO Indo Asia Teas Ltd membenarkan bahwa teh Srilangka tiada duanya.

"Tanpa teh, kunjungan Anda ke sini terasa hambar," kata pria yang bertahun-bertahun menjadi eksekutif pada anak perusahaan Grup Unilever yang menghasilkan produk teh terkenal Indonesia, Sariwangi.

Setelah mengunjungi sejumlah toko di Colombo, ANTARA mendapati klaim bahwa teh Srilangka itu terbaik di dunia itu adalah benar.

Tak hanya tampilan dan aromonya, pada setiap kemasan yang ditawarkan para pedagang teh --baik celup maupun serbuk-- Anda akan mendapati lebih dari sekedar teh karena Anda akan merasakan pula tradisi, cita rasa, nilai, dan seni.

Orang Srilangka mengemas teh seperti perempuan-perempuan Bandung merias parasnya atau seperti Bali mencintai seni dan detail. Intinya, begitu eksotis, cantik, dan tentu saja nikmat.

Ada puluhan rasa teh, diantaranya "lemon & lime," strawberi, orange & ginger, mint, dan banyak lagi. Belum lagi teh yang dikemas menurut daerah penghasilnya atau tipe lahan di mana teh ditanam.

Para pakar teh menyatakan, teh Srilangka terbaik dihasilkan dari ketinggian di atas 4.000 kaki.

Secara umum ada enam daerah penghasil utama teh Srilangka, yaitu Galle di selatan, Ratnapura sekitar 100 km dari Colombo, kemudian Kandy di dekat ibukota kerajaan kuno Srilangka, Nuwara Eliya, Dimbula di tengah Srilangka, dan Uva di sebelah timur Dimbula.

Kualitas teh terbaik ini tercipta karena kondisi iklim perkebunan teh Srilangka yang memungkinkan tumbuhnya varitas ras dan aroma, yang sinambung dengan kualitas produk akhirnya.

Warna teh Srilangka lebih terang dan keemasan sehingga para peminum teh seluruh dunia jatuh terpesona padanya, sampai-sampai rela memburunya.

Warga Srilangka sendiri selalu memulai dan mengakhiri hari dengan secangkir teh karena itu menyegarkan hati dan pikiran mereka.

Dari perspektif makroekonomi, teh menjadi komponen penting. Industri teh Srilangka yang mengusahakan perkebunan seluas 187.400 hektar menampung sejuta tenaga kerja dan menyumbang kontribusi besar bagi Produk Domestik Bruto negara itu. (*)

Oleh Jafar Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010