Jenewa (ANTARA News/AFP) - Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) bisa menguji kasus serangan mematikan pasukan elit Israel terhadap para awak kapal misi bantuan kemanusiaan untuk Gaza, Mei lalu.

Anggota Dewan Hak Azasi Manusia PBB untuk Penyelidikan Kasus Flotilla, Desmond de Silva, mengatakan, kapal Mavi Marmara berbendera Kepulauan Comoros, negara yang menjadi salah satu anggota ICC.

Karenanya, sebagai anggota, Kepulauan Comoros memberi ICC jurisdiksi karena pelanggaran hukum terjadi di atas Kapal Mavi Marmara.

Hasil penyelidikan kasus penyerangan Kapal Mavi Marmara milik Turki pada 31 Mei 2010 itu menunjukkan bukti nyata yang dapat dipakai untuk mendukung dakwaan pembunuhan dan penganiayaan terhadap Israel.

Dalam serangan Israel itu, sembilan orang warga negara Turki tewas. Disebutkan pula bahwa enam jenazah korban dianggap "korban eksekusi" pasukan Israel.

Israel sendiri menolak penyelidikan pihak luar.

Dalam sidang Dewan Keamanan PBB hari Selasa, Amerika Serikat (AS) juga ikut mengeritik laporan tersebut karena bahasa, himbauan dan kesimpulan yang tak berimbang.

Namun, negara-negara Barat lainnya meminta laporan tersebut disampaikan ke penyelidikan PBB tentang insiden 31 Mei atas bentukan Sekjen PBB Ban Ki-moon.

"Uni Eropa menyarankan pengiriman laporan sebelum kami ke panel penyelidikan internasional," kata seorang diplomat Uni Eropa.

Uni Eropa mendesak Israel menindak-lanjuti kesimpulan penyelidikan Dewan HAM PBB itu.

De Silva adalah pengacara Inggris dan mantan jaksa kasus kejahatan perang PBB untuk Sierra Leone.

Desakan berbagai pihak agar para pemimpin Israel diseret ke ICC karena aksi brutal pasukan elit Israel terhadap para awak dan penumpang Kapal Mavi Marmara ini sudah mengemuka sejak Juni lalu.

Bahkan kalangan kejaksaan Turki sedang mempelajari kemungkinan menyeret para pemimpin Israel ke pengadilan. (R013/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010