Kami mencoba menggerakkan ini, menjadikan setiap kawasan kabupaten dengan luas tertentu yang menghasilkan atau produksi garam dengan skala tertentu, menjadi sentra ekonomi garam rakyat,
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan perlu peningkatan produksi komoditas garam dengan fokus pada perluasan tambak serta integrasi lahan dengan mekanisme yang lebih canggih untuk menghasilkan garam yang lebih berkualitas.

"Kami mencoba menggerakkan ini, menjadikan setiap kawasan kabupaten dengan luas tertentu yang menghasilkan atau produksi garam dengan skala tertentu, menjadi sentra ekonomi garam rakyat," kata Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda dalam Bincang Bahari daring "Potret Garam Nasional" di Jakarta, Selasa.

Menurut Miftahul Huda, Kepala Negara juga sudah memberikan izin prakarsa bagi Menteri Kelautan dan Perikanan untuk merumuskan Peraturan Presiden terkait percepatan produksi pergaraman nasional dan di dalamnya termasuk sentra ekonomi garam rakyat, yang mencoba menggabungkan hulu seperti produksi hingga hilir seperti pemasaran.

Miftahul Huda memaparkan bahwa ada sekitar 63 kabupaten/kota yang punya potensi besar untuk menjadi lokasi tambak garam di berbagai daerah. Secara keseluruhan, produksi garam pada saat ini di Indonesia sekitar 70 persen berada di Pulau Jawa-Madura.

Baca juga: KKP-Kemenhub sinergi kembangkan Pelabuhan Ambon Baru

Ia juga mengemukakan pemerintah telah memperkenalkan pula berbagai teknologi seperti teknologi tunnel atau terowongan, meski diakui bahwa di Indonesia, masih menggunakan teknologi evaporasi atau penguapan dalam skala yang sangat luas. "Dari 30.000 hektare lahan garam, 99 persen masih menggunakan teknologi evaporasi," katanya.

Untuk itu, ujar dia, KKP mencoba mengenalkan sejumlah konsep seperti integrasi lahan yang memadukan beragam teknologi seperti geomembran dan ulir filter sehingga dapat menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik. Mulai 2020  juga sudah memperkenalkan teknologi rekayasa washing plant.

Pembicara lainnya, Koordinator Pusat dan Kerja Sama Pusat Riset Kelautan Ifan Ridlo Suhelmi menyatakan dengan kondisi pergaraman seluruhnya dari proses evaporasi maka produksinya sangat tergantung dengan iklim cuaca.

"Contohnya bila sampai sekarang bulan Juni masih banyak hujan, produksinya bisa turun, seperti tahun 2016 hujan relatif sepanjang tahun maka produksinya turun," katanya.

Baca juga: Kiara soroti ketergantungan RI terhadap impor garam

Ia mengemukakan bahwa di India memiliki lahan tambak sampai 246.000 hektare atau memiliki luas lahan 10 kali lipat dari Indonesia, dan India memiliki produktivitas 89 ton/ha/musim (produktivitas garam di Indonesia rata-rata 70 ton/ha/musim).

Peneliti Pusat Riset Kelautan KKP Rikha Bramawanto mengemukakan ada tiga metode untuk produksi garam, yaitu yaitu solar salt (evaporasi menggunakan tenaga matahari), rock salt (memanen garam di dalam kandungan batuan), dan vacuum salt (evaporasi dengan menggunakan alat buatan seperti perebusan).

"Dalam memproduksi garam yang berkualitas kita harus memperhatikan di tingkat kepekatan berapakah garam akan muncul atau mulai dilakukan pengkristalan," katanya.

Ia memaparkan bahwa teknologi integrasi lahan adalah di mana seluruh aspek dimasukkan sehingga tercipta pengelolaan kawasan pergaraman secara terpadu, intensif dan berskala besar yang membutuhkan lahan yang luas dengan mengadopsi model pengelolaan usaha tani dengan melibatkan petambak garam rakyat

Sejumlah petambak garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, belum bisa memproduksi garam rakyat karena sampai saat ini cuaca masih sering turun hujan dengan intensitas cukup tinggi. "Sekarang belum bisa produksi, karena masih ada hujan," kata seorang petambak garam asal Kabupaten Cirebon Saepudin di Cirebon, Senin (28/6).

Ia mengatakan biasanya pada bulan Juni, para petambak garam di Kabupaten Cirebon sudah mulai mempersiapkan lahan untuk memproduksi garam, tetapi kali ini belum bisa dilakukan, mengingat masih ada hujan yang mengguyur daerah tersebut, sehingga petambak tidak bisa mengolah lahannya.

Petambak garam lainnya Ismail Marzuki mengatakan selain cuaca yang belum masuk musim kemarau, air laut juga masih sering pasang, sehingga tidak dimungkinkan untuk memproduksi garam.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021