Desa Sade
Desa Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Juni 2021. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Mau tahu seperti apa kehidupan masyarakat suku Sasak di Lombok? Anda harus mampir ke Desa Sade. Meski namanya desa, tapi lokasinya sangat strategis, persis di pinggir jalan raya. Dilindungi pagar kayu, pintu masuk menuju desa Sade terlihat mencolok dengan hiasan tulisan selamat datang. Sesuai dengan situasi di tengah pandemi, semua wisatawan diwajibkan mengikuti protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan di wastafel yang ada di pintu masuk serta menjaga jarak aman.

Bobi, ketua forum pemandu lokal, menyambut rombongan kami siang itu. Mengenakan kemeja lengan panjang dan ikat kepala sapuk, dia memberi gambaran mengenai desa Sade yang dihuni sekitar 700 orang dengan pekerjaan utama bertani. Semuanya berasal dari satu garis keturunan dan pernikahan antar sepupu merupakan hal wajar. Mereka jarang menikah dengan orang dari luar desa karena khawatir akan mengikis adat dan tradisinya yang sudah mengakar. Agar tradisi tetap lestari, pernikahan dengan orang dari desa yang sama tetap jadi pilihan utama.
Perempuan menenun di desa Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Juni 2021. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Dia menjelaskan, dalam satu keluarga, anak lelaki bungsu boleh tinggal di desa tempat kelahirannya. Sementara itu, anak laki-laki yang bukan bungsu ketika menikah kelak diharuskan untuk membuat kampung sendiri di luar.

Soal pernikahan, ada tradisi kawin lari yang dipraktikkan masyarakat setempat. Dalam tradisi tersebut, dua sejoli yang sudah saling suka sama-sama membuat janji untuk kabur. Perempuan akan diculik oleh pihak laki-laki pada malam hari. Nantinya, pihak lelaki akan mendatangi keluarga perempuan untuk mengabarkan keberadaan sang putri. Baru setelah itu mereka akan dinikahkan. Tradisi seperti pertunangan tidak berlaku di sana. Malah, pertunangan disebut justru akan membuat keluarga perempuan tidak dihargai.

Baca juga: Pemkab Lombok Barat-BP2MI bersinergi cegah penempatan PMI ilegal
Pemandangan desa Sade memperlihatkan rumah-rumah dan pohon cinta, pohon mati yang kerap jadi tempat pertemuan dua sejoli, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Juni 2021. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Setelah mendengar pemaparan singkat, rombongan diajak untuk berjalan-jalan menyusuri desa. Rumah-rumah tradisional yang sederhana berdiri berdekatan. Sebelum menapaki jalan yang menanjak, kami dipersilakan untuk melihat seperti apa isi rumah masyarakat Sade yang dibuat dari bambu sebagai tiang penyangga dan alang-alang yang diganti setiap tujuh tahun di bagian atapnya.
Bagian dalam rumah di esa Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Juni 2021. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Atapnya pendek, jadi orang harus membungkukkan kepala ketika masuk, ini juga merupakan bentuk penghormatan. Begitu masuk dan menaiki lantai tanah liat yang berundak, pengunjung langsung disambut dengan tempat tidur sederhana untuk orangtua. Masih ada satu ruangan lagi di dalam, khusus untuk dapur dan tempat tidur anak perempuan. Pemandu menjelaskan, anak laki-laki tidak punya tempat tidur khusus di dalam rumah karena mereka biasanya tidur di luar rumah.

Tradisi unik di desa ini adalah "mengepel" lantai tanah liat dengan kotoran sapi yang masih hangat dan "segar". Dipercaya, kotoran sapi ini bisa memperkuat lantai serta menolak bala. Umumnya lantai dilumuri dengan kotoran sapi seminggu sekali dengan menggunakan tangan kiri. Terlihat jelas rumah yang baru saja dipel, lantainya cokelat kehijauan dan di bagian luar tergeletak ember berisi kotoran sapi. Pemandu menambahkan, kebiasaan ini tidak berlaku untuk lantai masjid di desa yang masyarakatnya memeluk agama Islam.

Di antara rumah-rumah, banyak warga yang memajang hasil tenun mereka, ada juga yang sedang praktik menenun. Gelang-gelang aneka warna, kain, hingga baju bisa dibeli langsung di sana.

Sebelum mengakhiri tur di desa Sade, kami berjalan kaki hingga pohon cinta, pohon kering yang disebut sebagai tempat pertemuan para muda-mudi.


Baca juga: "Work from Bali" akan berdampak positif untuk Lombok

Baca juga: Dukung "Work from Lombok", Mataram siapkan fasilitas pendukung

Baca juga: Moeldoko temui tokoh agama Lombok Tuan Guru Haji Turmudzi

 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021