Sumenep (ANTARA News) - Pancaran sinar matahari yang terlihat dari buritan perahu penyeberangan Kalianget-Poteran memberikan pesan bahwa sebentar lagi malam akan datang.

Itu berarti, kegelapan tak lama lagi menyelimuti pulau seluas 50,267 kilometer persegi yang berada di sebelah timur Pulau Madura itu.

Namun, kegelapan itu tak akan berlangsung lama seiring dengan bias fajar membuncahkan langit kelam seakan mengabarkan bahwa hari segera berganti.

Halimah sadar, ranah bisnis tak ubahnya hutan belantara. Di hutan belantara, tak pernah ada penunjuk arah dan semuanya serba gelap.

Hanya keyakinan dan keteguhan hati yang mampu menjadi pelita hidupnya demi mengangkat derajat hidup perempuan yang senasib dengannya.

"Dana yang asalnya terkumpul Rp6,3 juta itu terus berkembang. Saya mulai yakin bahwa usaha ini kelak membuahkan hasil," kata Halimah melanjutkan perbincangan di rumahnya yang berada di ujung jalan sempit Desa Gapurana, Sabtu (25/9) lalu.

Setelah tujuh tahun berjalan, modal usaha Pokmas Wanita Karya pun telah menembus angka Rp12 juta. "Itu baru modal usaha, belum yang kami pinjamkan kepada anggota dengan sistem bergulir," ujarnya lirih.

Pesatnya perkembangan usaha yang ditekuni para ibu rumah tangga yang tergabung dalam Pokmas Wanita Karya itu, membalikkan pandangan hukum sosial ekonomi bahwa kemiskinan sebangun dan sebidang dengan rendahnya daya beli.

Umumnya masyarakat suku Madura, begitu pun yang tinggal di Pulau Poteran, memandang pernikahan adalah peristiwa sakral. Dalam kondisi apa pun, upacara pernikahan harus diselenggarakan semeriah mungkin.

Kesakralan dalam pernikahan itu telah mengaburkan batas demarkasi antara miskin dan kaya karena semua orang ingin tampil anggun. Tak ketinggalan dengan pasangan pengantin yang selalu ingin dipandang sebagai pasangan raja dan permaisuri.

Oleh karena itu, bukan sesuatu yang luar biasa jika usaha yang dikembangkan Pokmas Wanita Karya tersebut mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Anggota pokmas itu pun kewalahan memenuhi pesanan baju pengantin. "Hampir setiap hari di Talango ini ada pesta perkawinan. Apalagi setelah Lebaran seperti sekarang, musim kawin," papar Halimah.

Kebaya pengantin hasil rancangan Pokmas Wanita Karya pun makin dikenal di seantero Pulau Poteran, bahkan juga menembus sebagian wilayah Kabupaten Sumenep lainnya.

"Tiap bulan kami menghasilkan 20 potong. Itu pun masih di bawah jumlah permintaan," katanya didampingi Husnawati yang mendapatkan tugas sebagai tukang bordir itu.

Untuk memenuhi selera pasar yang terus berkembang, Halimah belanja bahan baku ke Surabaya hampir setiap bulan sekali. Hal itu dilakukan juga untuk memberikan kepuasan pada pelanggannya.

"Ada beberapa kain dan aksesori yang tidak saya temui di Sumenep dan Pamekasan. Makanya, saya harus mendapatkannya di Surabaya demi menjaga kepuasan pembeli," katanya.

Kemandirian yang dibangun dari titik nol itu pada akhirnya membuahkan hasil. Sebagian anggota Pokmas Wanita Karya kini sudah mampu mendapatkan penghasilan antara Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per bulan.

"Kalau lagi sepi Rp200 ribu, tapi kalau ramai bisa mencapai Rp500 ribu per bulan," kata Elwani (31), anggota Pokmas Wanita Karya yang kebagian tugas memasang payet pada beberapa bagian baju pengantin itu.

Keberhasilan yang dicapai Pokmas Wanita Karya itu diakui Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMP-KB) Kabupaten Sumenep, Syafi`ie Untung.

"Setidaknya usaha mereka sudah mampu mengikis praktik rentenir yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun di Kecamatan Talango," ucapnya menambahkan.

Di Pulau Poteran hanya terdapat satu kecamatan, yakni Kecamatan Talango yang terdiri atas delapan desa. Jumlah penduduk pulau itu mencapai 40.542 jiwa atau setara 13.642 kepala keluarga (KK).

Dari jumlah itu sebanyak 8.457 KK atau sekitar 62 persen di Pulau Poteran dikategorikan hidup di bawah garis kemiskinan. Apalagi, di pulau itu tidak ada sawah yang bisa ditanami padi.

Mata pencaharian penduduk di Pulau Poteran mayoritas nelayan dan berkebun, seperti semangka, jeruk, jagung, dan jenis palawija lainnya.

Namun, sebagian masyarakat di pulau itu ada yang sukses secara ekonomi setelah merantau dan berdagang emas atau barang rongsokan di sejumlah kota besar di Indonesia.

Sebenarnya pulau itu memiliki sumber daya alam potensial, seperti ikan laut dan rumput laut, namun selama ini masih dikelola secara tradisional. Demikian juga hasil kebun belum dikelola secara maksimal.

Menurut Syafi`ie, Kecamatan Talango berpartisipasi dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu-Taskin) sejak 2001.

Sejak 2001 hingga 2010, bantuan langsung mandiri (BLM) yang dikucurkan kepada masyarakat di Kecamatan Talango telah mencapai Rp10,25 miliar.

Dana itu kemudian dikelola secara mandiri oleh masyarakat melalui unit pengelola kegiatan (UPK) untuk berbagai bidang kegiatan, seperti peningkatan kemampuan masyarakat, pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana umum, kegiatan pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui usaha ekonomi produktif (UEP) dan simpan pinjam khusus perempuan (SPP) yang secara keseluruha jumlahnya mencapai 158 kelompok.

Dari awal mendapatkan BLM pada 2001 hingga 2010, sekitar 77 persen dana yang dikelola UPK Mandiri Kecamatan Talango digunakan untuk mendukung pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasana umum, 18 persen untuk program SPP, dan lima persen untuk kegiatan operasional UPK.

Profil keuangan UPK Mandiri Kecamatan Talango per 31 Agustus 2010 terdapat surplus berjalan sebesar Rp290,199 juta dan surplus ditahan Rp235,038 juta.

Yang agak mengejutkan, sampai saat ini dana yang masih dalam perguliran di masyarakat kecamatan itu totalnya mencapai Rp2,244 miliar, sebuah angka yang sangat fantastis untuk memerangi praktik rentenir di daerah terpencil semacam Pulau Poteran itu.

"Perguliran dana di UPK Mandiri tergolong lancar dan tidak banyak yang menunggak," kata Fasilitator PNPM Mandiri Kecamatan Talango, Subiyanto, menambahkan.

UPK Mandiri Kecamatan Talango pun memiliki aset berupa bangunan gedung senilai Rp70 juta dan menyimpan dana sosial sebesar Rp38,7 juta. Bisa jadi, profil keuangan yang nyaris tiada cacat itu hanya dimiliki Kecamatan Talango di antara seluruh UPK Mandiri lainnya di Jawa Timur
(M038*C004/Z002)

Oleh Oleh M. Irfan Ilmie
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010