Jakarta (ANTARA News) - Setara Institute for Democracy and Peace mencatat kinerja penegakan hak azasi manusia setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono semakin turun, bahkan pemerintah belum menyusun Rencana Aksi Nasional HAM.

"Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) merupakan aksi HAM lima tahunan. Kalau ini belum disusun, bagaimana menegakkan HAM," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Selasa.

Sementara pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono dan Jusuf Kalla menunjukkan prestasi minimum dalam penegakan HAM karena dari 103 program yang direncanakan, hanya 56 program yang terlaksana.

Sedangkan RANHAM tahun 2009-2014 ini, hingga satu tahun pemerintahan SBY-Boediono belum juga terbentuk.

"Belum disusunnya RANHAM menjadi pertanda buruknya politik penegakan HAM selama setahun pemerintahan SBY-Boediono," ujarnya.

Institusi pemerintah yang paling banyak berkontribusi pada rendahnya score kinerja penegakan HAM adalah Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kejaksaan Agung. Sedangkan aparat kepolisian secara signifikan berkontribusi juga pada variabel pengabaian jaminan kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi.

Oleh karena itu, Setara Institute merekomendasikan agar kepemimpinan SBY-Boediono membangun kebijakan politik penegakan HAM yang akuntabel melalui penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, memutus impunitas dan menyediakan legislasi kondusif bagi penegakan HAM.

Pemerintah juga harus membangun dan memperkuat institusi-institusi hak asasi manusia sebagai perangkat penegakan HAM di Indonesia dan menyusun `bleid` kebijakan politik untuk memastikan integritas sistem hukum nasional dan pemenuhan jaminan konstitusional yang secara terus menerus terkikis oleh peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar agama dan moralitas, termasuk mencabut peraturan perundang-undangan diskriminatif.

"Presiden Yudhoyono juga harus melakukan evaluasi secara jernih terhadap kinerja menteri-menteri yang terkait dengan penegakan HAM dan melakukan `reshuffle`, jika dinilai tidak layak untuk dipertahankan," katanya. (ANT/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010