Ilustrasi (Pixabay)


Akibat kena dislipidemia

Kelainan kolesterol ini biasanya dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular dan termasuk faktor risiko utama penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke, dengan angka kematian sebanyak 17,3 juta dari total 54 juta kasus mortalitas per tahunnnya di Indonesia, menurut data dari PERKENI tahun 2019.

"LDL yang bisa masuk ke dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan aterosklerosis atau plak yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan aliran darah di pembuluh darah kaki dan sebagainya," jelas Tri Juli.

Selain itu, dislipidemia juga berperan penting pada kejadian penyempitan pembuluh darah kaki maupun pembuluh darah kecil seperti di mata dan saraf.

Di Indonesia, sebuah studi pada 2011 menunjukkan prevalensi masalah kesehatan ini berkisar antara 9-25 persen, dengan suku bangsa Minangkabau menduduki peringkat tertinggi yakni 24,8 persen (kadar kolesterol total >200 mg/dL).

Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, sekitar 35,9 persen orang dengan kolesterol total di atas 200 mg/dL, yang menjadi cikal bakal orang nantinya terkena serangan jantung, stroke.

Baca juga: Manfaat ceri, melindungi dari diabetes hingga menurunkan kolesterol
 
Ilustrasi berlari (Pixabay)


Mengatasi dislipidemia

Saat diagnosis sudah tegak, dokter akan menentukan pengobatan pasien, yakni cukup memodifikasi gaya hidup ataukah perlu obat. Pengelolaan penyakit terbagi dua salah satunya non-farmakologis seperti meminta pasien banyak bergerak atau mempertahankan aktivitas fisik yang sudah dilakukan secara teratur.

Tri Juli menyarankan pasien melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, 4 kali seminggu dengan intensitas sedang. Kegiatan yang disarankan jalan cepat, bersepeda dan berenang.

Untuk makanan, pasien perlu membatasi asupan karbohidratnya agar tidak meningkatkan kolesterol, sayuran kurang lebih 5 porsi sehari, biji-bijian lebih dari 6 porsi per hari, ikan dan daging tanpa lemak, serat larut air 15-25 gram per hari serta batasi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol.

"(Batasi) gorengan yang pakai minyak berulang-ulang," kata dia.

Kemudian, pasien juga diupayakan memiliki berat badan ideal dan berhenti merokok bila mereka

Bila obat-obatan diperlukan, biasanya dokter akan meresepkannya sesuai kondisi masing-masing pasien. Khusus untuk mereka yang sudah diresepkan statin lalu terkena COVID-19, sebaiknya meneruskan minum obat. Sebelumnya, berkonsultasilah dulu dengan dokter.

"Ada studi pasien COVID-19 yang mendapatkan statin itu lebih baik outcome-nya. Teman-teman yang isoman dan mendapatkan statin, diteruskan saja statin-nya. Hanya pada kondisi tertentu seperti gangguan hati yang berat atau ginjal, nanti dokter yang memutuskan perlu statin atau tidak," demikian kata Tri Juli.


Baca juga: Periksa kolesterol berkala demi enyahkan risko kena sakit jantung

Baca juga: Makanan yang dapat menurunkan kolesterol usai "pesta" daging

Baca juga: Sakit leher bukan gejala kolesterol tinggi

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021