Ada berita buruk, bidang legislatif menurun drastis
Jakarta (ANTARA) - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan tingkat kepatuhan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh anggota DPR hanya 55 persen.

"Ada berita buruk, bidang legislatif menurun drastis. Tahun lalu DPR dan DPRD yang melapor LHKPN sudah 100 persen karena KPU mensyaratkan kalau mau maju harus kasih LHKPN, sekarang DPR jatuh tinggal 55 persen dan DPRD tinggal 90 persen," kata Pahala dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Hingga pertengahan Juni 2021, menurut Pahala, rata-rata kepatuhan pelaporan LHKPN adalah 96,31 persen.

"Rata-rata ini lebih baik dari tahun kemarin. Kami ucapkan terima kasih juga untuk bidang legislatif tahun lalu 100 persen melaporkan, PR-nya bagaimana 55 persen dan 90 persen ini bisa naik ke 100 persen," ujar Pahala.

KPK menerima sebanyak 363.638 LHKPN dari total 377.574 wajib lapor

Rinciannya adalah:
1. Bidang eksekutif: 294.864 LHKPN (96,44 persen).
2. Bidang legislatif: 17.923 LHKPN (89,27 persen).
3. Bidang yudikatif: 19.473 LHKPN (98,46 persen).
4. BUMN/BUMD: 31.378 LHKPN (98,15 persen).

"Jadi mungkin dengan pelaporan sepenuhnya elektronik lebih sederhana karena ada fitur 'e-Announcement'. Terima kasih juga rekan-rekan media yang sering mengecek e-LHKPN, kalau manusia yang disebut (di media) tidak lapor LHKPN wah celaka," ujar Pahala.

Pahala menyebut berdasarkan fitur "e-Announcement" di aplikasi e-LHKPN, telah diakses sebanyak 317.318 kali dengan lima kota pengakses terbesar, yaitu Jakarta (100.316), Medan (19.142), Surabaya (18.421), Makassar (13.546), dan Bandung (12.635).

"Selain menerima LHKPN, kami juga melakukan pemeriksaan LHKPN yaitu sebanyak 92 laporan biasanya dari teman-teman penindakan," kata Pahala.

Sebanyak 92 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dilakukan Direktorat LHKPN KPK atas permintaan internal, di antaranya terkait proses seleksi hakim agung dan pengembangan perkara.

"Hasilnya kami sampaikan ke teman-teman penindakan termasuk waktu seleksi hakim agung. KY (Komisi Yudisial) teratur meminta soal LHKPN bukan hanya apakah sudah memasukkan LHKPN atau belum, tapi ada pendalaman misalnya rekening banknya aneh atau tidak, kami kasih komentar kecil," ujar Pahala.

Menurut Pahala, setelah penyelenggara negara menyerahkan LHKPN, KPK lalu melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan klarifikasi.

"Biasanya di sini ketahuan ada anehnya misalnya melaporkan rumah nilainya Rp100 juta, tapi mobil Rp4 miliar, jadi diklarifikasi lalu kita surati, tapi kalau ternyata orangnya sudah masuk ke penindakan, itu tidak klarifikasi lagi tapi langsung kita cari datanya," kata Pahala lagi.

Penyelenggara negara yang wajib menyerahkan LHKPN berdasarkan peraturan perundangan adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD;

Selanjutnya (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek;

Kemudian (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perizinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi

Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN diatur Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (1) Peraturan KPK No. 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, KPK dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat Pejabat Negara (PN) berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.

Jika masyarakat memiliki informasi bahwa harta yang dilaporkan oleh PN tidak sesuai dengan kenyataan, dapat melaporkan kepada KPK melalui fitur yang tersedia pada aplikasi e-LHKPN. KPK akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat tersebut dengan melakukan klarifikasi kepada penyelenggara negara terkait.
Baca juga: KPK catat 21.939 penyelenggara negara belum lapor harta kekayaan
Baca juga: Peran masyarakat dibutuhkan pantau kejujuran pejabat sampaikan LHKPN

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021