Yogyakarta(ANTARA News) - Intensitas vulkanik Gunung Merapi selama satu pekan terakhir terhitung sejak 11 November hingga 16 November masih menunjukkan kecenderungan masih cukup tinggi.

"Kegiatan vulkanik Gunung Merapi sejak 11 November hingga 16 November justru meningkat," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono usai melakukan "teleconference" dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Selasa.

Berdasarkan data hasil pemantauan aktivitas seismik Gunung Merapi, aktivitas vulkanik pada 1 November tercatat sebanyak 1 kali, 12 November menjadi enam kali, 13 November menjadi 26 kali, 14 November menjadi 31 kali, 15 November menjadi 34 kali, dan pada 16 November hingga pukul 12.00 WIB tercatat sebanyak 20 kali gempa vulkanik.

Sejak 3 November hingga saat ini, lanjut Surono, Gunung Merapi masih didefinisikan terus meletus, hanya saja masyarakat di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta tidak pernah dapat melihat letusan tersebut.

"Letusan dan abu material vulkanik tersebut justru lebih sering mengarah ke arah barat sehingga abu vulkanik hasil letusan Gunung Merapi sering terjadi di Magelang dan sekitarnya," katanya.

Surono mengatakan, saat ini di puncak Gunung Merapi terdapat satu lubang letusan yang cukup besar dan tiga lubang letusan berukuran lebih kecil.

"Dengan adanya lubang letusan tersebut, pada malam hari akan terlihat tiga titik api diam di puncak Gunung Merapi," katanya.

Adanya lubang letusan di puncak gunung tersebut, lanjut Surono, justru hal yang positif karena gunung tersebut dapat melepaskan energi yang tersimpan sedikit demi sedikit.

Ia juga mengatakan, bahwa sampai saat ini status Gunung Merapi masih ditetapkan sebagai "awas" atau level tertinggi meskipun ada pengurangan radius bahaya di sejumlah kabupaten di sekitar Gunung Merapi.

Namun demikian, ia mengatakan bahwa pengurangan radius rawan bahaya tersebut bukan diartikan bahwa penduduk dipersilakan untuk mendekat ke batas radius baru yang ditetapkan.

"Kami tidak merekomendasikan agar penduduk mendekat ke radius 10 kilometer untuk Boyolali dan Klaten, atau 15 kilometer untuk Magelang, tetapi rekomendasi tersebut didasarkan pada jarak luncur terjauh dari awan panas yang menjadi ancaman utama letusan Gunung Merapi," katanya.

Berdasarkan pemantauan di lapangan, luncuran awan panas di sungai yang berada di Sleman seperti Kali Boyong mencapai jarak 10km, Kali Kuning tujuh kilometer, Kali Gendol 14km, sedang di Kali Apu yang berada di Boyolali jarak luncur adalah empat kilometer, dan Kali Woro di Klaten dengan jarak tujuh kilometer.

Oleh karena itu, lanjut Surono, pengurangan radius rawan bencana tersebut tidak lantas diartikan sebagai upaya untuk menurunkan status Gunung Merapi menjadi "siaga".

Surono mengatakan, menurunkan status bukan hal yang mudah karena adanya kekhawatiran bahwa masyarakat menjadi lengah dan melupakan ancaman bahaya Gunung Merapi.

"Pesan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, adalah mencegah jatuhnya korban berikutnya, sehingga masyarakat di pengungsian harus bersabar agar ada akhir bahagia dari semuanya," katanya.

PVMBG juga menerima bantuan dari sejumlah ahli vulkanologi dari negara asing, seperti Jepang, Amerika Serikat (AS) dan mendapat permintaan dari China untuk pemantauan aktivitas Gunung Merapi.

Di Jepang, lanjut dia, pemantauan gunung berapi dilakukan dengan membuat semacam terowongan di dalam gunung untuk mengetahui secara pasti aktivitas gunung. "Saran ini bisa diusulkan untuk proses pemantauan ke depan," katanya.
(ANT/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010