Jakarta (ANTARA News) - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kepada Misbakhun terkait L/C fiktif dan pemalsuan dokumen yang diduga mengakibatkan kerugian perbankan 22,5 juta dolar AS (sekitar Rp224 miliar) yang diputus satu tahun penjara, dinilai mencederai rasa keadilan, kata Jemmy Setiawan, SH dari Komite 33 , selaku pelapor kasus tersebut.

"Saya sangat menyayangkan putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Putusan tersebut sangat mencederai keadilan masyarakat," kata Jemmy Setiawan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu malam, yang juga sebagai pelapor ke Mabes Polri atas kasus tersebut.

Menurut Jemmy, ketimbang hanya menjatuhkan hukuman satu tahun kepada Misbakum lebih bagus uang yang nilainya Rp 224 miliar itu disita dan digunakan untuk kegiatan sosial menyumbang korban Merapi, Warsior dan tsunami Mentawai.

Jemmy mengingatkan pengadilan sebagai pilar terakhir keadilan masyarakat jangan terpengaruh dengan upaya-upaya politik di balik kasus Misbakhun. "Perlu saya mengingatkan itu karena sebagai pelapor kasus Misbakhun saya sangat kecewa sekali. Putusan PN Jakarta Pusat sama sekali tidak memberikan efek jera," terang Jemmy yang melaporkan kasus Misbakhun ke Mabes Polri pada 1 Maret 2010.

Dia menyatakan, putusan satu tahun kepada Misbakhun itu justru akan menjadi yurisprudensi kepada para pelaku kejahatan perbankan lainya. "Saya mengkhawatirkan putusan kasus Misbakhun itu akan ditiru oknum perbankan lainnya, karena mengempalang Rp 224 miliar hanya dihukum satu tahun," tegasnya.

Jemmy menilai dari kasus Misbakhun itu seharusnya pengadilan memberikan putusan dengan mempertimbangkan efek jera agar tidak ditiru oleh oknum perbankan lainnya. "Saya takut dari kasus Misbakum ini, bisa menjadi celah dan acuan oknum perbankan untuk melakukan kejahatan serupa di masa mendatang," ujarnya.

Dia juga mengharapkan, dalam pemeriksaan lanjutan terhadap perkara itu, kiranya MA dapat memilih hakim-hakim terbaik untuk menagani kasus LC fiktif ini dan jauh dari godaan loby-loby politik yang mungkin diupayakan dari pihak-pihak tertentu.

Jemmy menambahkan, jika dimungkinkan oleh undang-undang, pihaknya merekomendasikan kepada KPK untuk mengambil alih kasus LC fiktif yang merupakan bagian pokok dari kasus Century.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (2/11) memvonis Komisaris PT Selalang Prima Internasional (SPI) Mukhammad Misbakhun dan Direktur SPI Franky Ongkowardjojo penjara satu tahun. Mereka dihukum karena terbukti membuat surat palsu dalam pencairan deposito dalam penerbitan fasilitas letter of credit (L/C) Bank Century.

Ketua Majelis Hakim Pramoedhana Kusumaadmadja, saat membacakan putusan, mengatakan kedua terdakwa telah melanggar pasal 263 ayat 1 karena terbukti memalsukan surat.

Tentang tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa kedua terdakwa melanggar pasal 49 ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan junto pasal 55 dianggap tidak tepat.

"UU perbankan tersebut hanya berlaku pada komisaris dan pegawai bank, sedangkan kedua terdakwa lebih tepat kena pasal membuat surat palsu," katanya.

Kategori membuat surat palsu ini, kata majelis hakim, membuat surat yang tidak sesuai dengan hal sesungguhnya. Majelis hakim menganggap pembuatan akta gadai pencairan yang dibuat pada 22 November 2007 dan dananya baru ada 27 November 2007.


Ajukan banding

Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, Muhammad Misbakhun menyatakan banding dalam waktu satu minggu. Misbakhun menyatakan putusan majelis hakim janggal karena pasal 263 dan 264 KHUP baru muncul, sementara dalam tuntutan hanya pasal 49 UU Perbankan.

"Saya dituntut terbukti bersalah melanggar pasal 49, delapan tahun, tapi kemudian hakim menghukum saya dengan 263 yang tidak pernah ada dalam tuntutan," tegas Misbakhun. Politisi dari PKS ini menyatakan ada rekayasa karena dalam tuntutan JPU tidak ada.

Sementara JPU Teguh Suhendro menyatakan masih pikir-pikir untuk tindakan hukum selanjutnya.(*)
(ANT/R009/S019)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010