Jewawut

Jewawut tidak dikonsumsi sebagai pengganti nasi oleh masyarakat NTT melainkan lebih sebagai kudapan.

“Aku belum pernah mendapatkan jewawut di Jakarta, sehingga belum mencoba mengolah sendiri. Tapi, aku sudah pernah mencicipi jewawut. Jewawut dibuat seperti bubur jagung. Cita rasanya agak manis. Biasanya bubur jewawut ini dijadikan menu sarapan atau kudapan sore,” kata Ade.

Baca juga: Kemarin, Sushi Tei bersertifikat halal hingga bubur jewawut untuk buka

Rasa jewawut sendiri sebetulnya tawar, sehingga rasa akhirnya tergantung pada cara kita memberi bumbu. Serupa ketika membuat bubur kacang hijau dan ketan hitam. Manisnya karena diberi gula, dan gurihnya karena diberi santan.

“Seandainya mendapatkan akses untuk memperoleh jewawut, aku bisa mencoba membuatnya sebagai pengganti nasi juga. Dia kan berbentuk biji-bijian, jadi bisa dicampur dengan beras. Sehingga, ada tekstur berbeda di nasi,” kata Ade.

Puji kemudian menjelaskan bubur dari jewawut ini kerap dimanfaatkan oleh masyarakat NTT untuk memulihkan kesehatan orang yang baru melahirkan.

“Ini seperti tradisi yang diterapkan secara turun temurun. Setiap kali ada yang baru melahirkan, mereka akan membuatkan bubur jewawut, yang bentuknya seperti jali-jali.”

Baca juga: Bubur jewawut kaya gizi untuk berbuka puasa

Kacang-kacangan

Siapa sangka bahwa NTT adalah surganya kacang. Masyarakat NTT terkadang mencampurkan kacang ke dalam sayuran, nasi, jagung, atau bisa juga dibuat camilan, seperti kacang goreng dan kacang rebus.

Ada kacang tanah dari Sumba, kacang hijau dari Flores Timur, kacang merah pun macam-macam. Ada kacang merah Ende, Paleo, dan Flores Timur, dengan rupa polos maupun seperti batik.

Ade pernah mencicipi makanan bernama jagung bose. Meski ada jagungnya, tampilannya seperti bubur kacang.

“Isinya hanya jagung dan beberapa jenis kacang dengan tambahan sangat sedikit garam. Yang ditonjolkan adalah rasa asli dari kacang. Bentuk kacangnya masih terlihat, tapi teksturnya tidak keras, karena dimasak cukup lama. Aku sempat bertanya, apakah makanan ini menjadi sumber karbohidrat dan bisa disantap bersama sei (daging asap khas NTT), misalnya. Ternyata, tidak. Dia dimakan sendirian saja,” kata Ade.

Ade juga bercerita pernah menjajal kacang batik goreng. Seperti kacang tanah goreng, tapi berbeda warna dan rasa. Jika kacang tanah berwarna cokelat muda polos, kacang batik memperlihatkan bintik-bintik merah. Rasa kacang batik ini, menurut Ade, lebih manis daripada kacang tanah.

Daun Kelor

Di kota besar daun sedang naik daun karena memiliki nilai gizi yang sangat baik. Selain antioksidan yang sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang. Tak mengherankan, jika manfaatnya bagi kesehatan juga sangat besar.

Puji bercerita, sudah sejak lama masyarakat NTT mengonsumsi kelor, karena di sana memang banyak sekali terdapat pohon kelor.
Kelor dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi gizi buruk pada anak. Angka stunting di Flores Timur cukup tinggi. Suatu hari, sebuah puskesmas berinovasi dengan memberi makanan tambahan berupa sorgum serta kelor dan sayuran lain kepada anak-anak dengan gizi buruk. Program berdurasi 3 bulan tersebut berhasil meningkatkan berat badan anak hingga mereka tidak lagi masuk kategori gizi buruk.

“Program itu kemudian diuji coba di beberapa puskesmas lain, hingga kemudian dibuatlah kampanye solor, yaitu sorgum kelor. Ini merupakan bukti nyata bahwa ternyata pangan lokal mampu mengatasi stunting dan gizi buruk,” kata Puji.
 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021