Jakarta (ANTARA News) - Sultan Kasepuhan Cirebon XIV PRA Arief Natadiningrat prihatin akan nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban kekerasan majikan dan meminta pemerintah untuk meningkatkan lobi-lobi agar negara tujuan TKI bisa meningkatkan perlindungan bagi mereka.

"Mereka adalah pahlawan devisa yang perlu mendapat jaminan perlindungan oleh negara tujuan, jangan sampai perlindungan itu hanya berupa dokumen tanpa ada aksi nyata melindungi buruh migran," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Sultan mendesak, perlu ada aksi nyata dari pemerintah negara tujuan seperti Arab Saudi dan Malaysia untuk secara berkala mensurvei perlindungan buruh migran dan pelaksanaan hak-hak mereka seperti hak libur, hak mendapat upah yang sesuai, dan hak untuk menolak beban kerja yang berlebihan, dan hak untuk bisa berhubungan dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

"Sebagian besar TKI tidak bisa leluasa berhubungan dengan KBRI dengan saluran telepon, bahkan tidak mendapat hak libur sebagaimana mestinya," kata mantan anggota DPD dari Jawa Barat itu.

Survei berkala itu juga menjadi tugas KBRI untuk melihat sejauhmana TKI mendapatkan perlindungan. "Jika angka survei buruk, maka bisa direkomendasikan moratorium atau penghentian sementara sampai negara itu bisa meningkatkan perlindungannya," katanya.

Ia mencontohkan, sudah ada aturan dari Pemerintah Arab Saudi yang melarang semua bentuk perdagangan manusia, pelanggaran nota kesepakatan kerja, perlakuan tidak manusiawi dan tidak bermoral. "Apakah ketentuan itu sudah benar-benar dimengerti para majikan, dan bagaimana realitasnya," katanya.

Ia juga sependapat jika tugas pelatihan TKI merupakan tugas negara dan bukan tugas dari perusahaan jasa pengerah tenaga kerja karena faktanya banyak TKI dengan bekal ketrampilan rendah bisa lolos menjadi pembantu rumah tangga.

Hal senada dikatakan anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus sudah melakukan evaluasi itu.

"Negara mana yang sudah benar-benar mampu melindungi buruh migran dari Indonesia, dan negara mana yang mengabaikan hak-hak buruh migran. Jangan sampai kita mengirimkan TKI ke negara yang lemah perlindungan terhadap buruh migran," katanya.

Sebelumnya Rieke juga mengusulkan Pemerintah segera merevisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri terutama menyangkut tugas pelatihan dan perlindungan TKI.

"Pada UU itu tugas pelatihan dan perlindungan TKI menjadi tugas swasta, padahal tugas itu harus beralih menjadi tugas negara sesuai dengan konstitusi," katanya.  (B013/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010