Semarang (ANTARA News) - Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang menangani kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Lingkar Salatiga (JLS) masih terus mengumpulkan bukti-bukti pendukung dan meminta keterangan sejumlah saksi perkara ini.

"Saat ini kami masih mengumpulkan bukti-bukti pendukung, agar bisa dijadikan laporan polisi yang lengkap, karena tanpa itu kami tidak bisa melangkah lebih jauh," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polda Jateng AKBP Djihartono, di Semarang, Senin.

Karena masih membutuhkan bukti pendukung yang lebih lengkap, polisi hingga kini belum menaikkan status penanganan dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

Ia mengatakan, adanya laporan dari lembaga swadaya masyarakat terkait kasus dugaan korupsi ini hanya merupakan laporan awal yang perlu ditindaklanjuti dengan pengumpulan alat bukti dan meminta keterangan sejumlah saksi.

Saat ditanya mengenai adanya pemeriksaan empat pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Salatiga beberapa waktu yang lalu, Djihartono membenarkan hal tersebut, namun tidak bersedia menyebutkan nama-namanya.

"Hasil pemeriksaan keempat orang yang bertindak sebagai panitia lelang tersebut belum dapat kami ungkapkan ke masyarakat, ditunggu saja," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, keempat PNS yang telah memenuhi panggilan pemeriksaan kepolisian adalah Mustain, Ardiyantara, Susanto Adi, dan Sulistyaningsih.

Dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini, Polda Jateng juga telah mendalami mekanisme proses tender proyek pembangunan JLS dan menggelar ekspose internal dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Tengah.

Penanganan kasus dugaan korupsi pada proyek JLS awalnya dilakukan jajaran Kepolisian Resor Salatiga, namun dengan berbagai pertimbangan tertentu akhirnya diambil alih Polda Jateng hingga sekarang.

Sebelumnya, berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Jawa Tengah atas permintaan Polda Jateng diketahui terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp12,23 miliar pada proyek pembangunan JLS di Kota Salatiga.

Dugaan penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara tersebut terjadi dalam kegiatan proyek pembangunan JLS tahun anggaran 2008 pada paket STA 1+800-STA 8+350 sepanjang 6,5 kilometer.

Pada proyek yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Salatiga dengan anggaran sebesar Rp49,21 miliar itu, BPKP menemukan penyimpangan pada keputusan yang dibuat pejabat pembuat komitmen yang memutuskan pemenang lelang.

Pemenang lelang bukan peserta tender yang menawar dengan harga terendah yakni Rp42 miliar, namun justru yang menawarkan nilai proyek sebesar Rp47,23 miliar dan hal itu juga berdasarkan disposisi pejabat tertentu.

Dalam melaksanakan pekerjaan, rekanan yang ditunjuk sebagai pemenang tidak memperlihatkan metode kerja dan uraian teknis analisa harga satuan sesuai yang ditawarkan sebelumnya.

Terkait dengan hal tersebut, ada ketidaksesuaian antara metode kerja dan fisik bangunan, serta harga satuan pekerjaan baru yang dinilai terlalu mahal. (WSN/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010