Paris (ANTARA News) - Pada tahun-tahun mendatang, dampak Piala Dunia 2010 masih akan terus terasa, khususnya karena munculnya beberapa kosakata baru dalam dunia sepak bola.

Vuvuzela, Jabulani dan tiki-taka adalah kata-kata yang dulunya mungkin tidak dikenal oleh para penggemar sepak bola, tetapi sekarang mereka telah menjadi istilah popular, khususnya setelah selesainya perhelatan besar sepak bola dunia di Afrika Selatan pada Juli lalu.

Bisingnya vuvuzela, sebuah terompet plastik yang ditiup oleh para suporter untuk menghasilkan bunyi yang tidak lebih baik dari bunyi segerombolan lebah yang sedang menyerbu, adalah pertanda awal pada saat itu bahwa gelaran Piala Dunia yang pertama di Afrika tersebut akan meliuk-liuk dengan irama yang lain dari yang lain.

Begitu hiruk pikuknya terompet-terompet itu membuat beberapa stasiun penyiaran terpaksa harus mengembangkan teknologi untuk memblok suara bising tersebut agar tidak mengganggu siaran mereka.

Sementara Jabulani, bola resmi untuk turnamen yang diproduksi oleh Adidas, juga tidak kalah kontroversialnya.

Dengan desain yang benar-benar bulat, bola ini terbukti sangat merepotkan para kiper di Piala Dunia 2010.

Begitu kontroversialnya bola Jabulani sampai-sampai kiper sekelas Iker Casilas dari Spanyol dan Gianluigi Buffon dari Italia menjulukinya "si mengerikan".

Korban pertamanya adalah kiper tim Inggris, Robert Green, yang harus menanggung malu karena bola lemah dari Clint Dempsey menggelincir dari genggamannya dan meluncur ke dalam gawangnya sehingga Inggris hanya bisa imbang 1-1 melawan Amerika Serikat.

Istilah Vuvuzela dan Jabulani mungkin suatu saat hanya akan jadi sebuah catatan dalam kisah Afrika Selatan 2010, tetap istilah tiki-taka mungkin akan lebih lama bertahan dalam perbendaharaan istilah sepak bola dunia, karena inilah istilah untuk gaya sepakbola dengan umpan-umpan apik dari kaki ke kaki yang dimainkan oleh tim Spanyol yang terbukti berhasil menjadi Juara Piala Dunia untuk pertama kalinya saat itu.

Keberhasilan menjuarai Piala Eropa 2008 membuat tim Spanyol menjadi salah satu favorit dalam turnamen Piala Dunia 2010, tetapi mereka ternyata kalah secara mengejutkan dari Swiss 0-1 pada babak penyisihan.

Tim La Roja ini kemudian menabuh genderang perang dengan lebih serius dan hasilnya adalah kemenangan 1-0 secara berturut-turut dari Portugal, Paraguay dan Jerman yang akhirnya membawa mereka ke babak final.

Gol-gol yang tercipta oleh tim Spanyol memang sedikit, tetapi modus operandi terciptanya gol tetap sama: operan-operan dari kaki ke kaki yang rajin dan sabar yang diorkestrasikan dari belakang oleh playmaker Barcelona, Xavi, yang kemudian ditusukkan ke jantung pertahanan lawan laksana ledakan-ledakan granat membuat pihak lawan kebingungan dan kocar-kacir..

Salah satu tim yang berupaya menghadang serbuan Spanyol adalah tim Oranye Belanda yang sebelumnya berhasil menyingkirkan tim sekelas Brazil yang dipenuhi pemain-pemain nomor wahid di babak perdelapan final.

Pertandingan final yang diadakan di Soccer City Stadium Johannesburg walau diawali dengan tempo lambat tetapi ditandai dengan rangkaian serangan dan benturan-benturan fisik yang dilakukan oleh kubu Belanda, termasuk berupa sebuah pelanggaran serius yang mengenai bagian dada Xabi Alonso oleh Nigel de Jong yang ternyata tidak diganjar dengan kartu merah oleh wasit dari Inggris, Howard Webb.

Tetapi Spanyol tidak gentar dan tetap bermain konsisten, sampai kemudian tercipta sebuah gol empat menit menjelang masa perpanjangan waktu sewaktu Andres Iniesta berhasil mengontrol bola passing dari Cesc Fabregas sebelum melesakkannya dengan akurat ke sudut kiri gawang Belanda.

"Spanyol layak memenangi Piala Dunia ini," kata Iniesta setelah itu seperti dilaporkan AFP.

"Inilah saat-saat yang harus selalu kami ingat dan ingin kami nikmati, dan kami sangat bangga dengan setiap orang yang berada di dalam tim ini. Tak ada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan luar biasa setelah memenangi Piala Dunia," ungkap Iniesta menambahkan.

Tim besutan Vicente del Bosque ini diakui sebagai tim terbaik, tetapi penghargaan khusus juga diberikan kepada tim muda Jerman yang eksplosif yang ditukangi oleh Joachim Loew atas keberhasilan mereka menekuk musuh-musuh bebuyutan seperti tim Inggris 4-1 di babak 16 besar dan tim Argentina yang dilatih Diego Maradona 4-0 di perempat final.

Pemain depan Jerman Thomas Mueller meraih Sepatu Emas atas keberhasilannya menjadi pencetak gol terbanyak, dan Diego Forlan dianugrahi gelar pemain terbaik setelah berhasil membawa tim negaranyam, Uruguay ke babak empat besar untuk pertama kalinya semenjak 1970.

Tim Italia dan Perancis sama-sama tersingkir di fase grup; tim Perancis menuai lebih banyak kecaman dari dalam negeri sendiri setelah para pemainnya memboikot sesi latihan sebagai protes atas dikeluarkannya Nicolas Anelka dari keanggotaan tim karena berselisih paham dengan pelatih Raymond Domenech.

Sementara itu, Ghana nyaris menjadi tim Afrika pertama yang berhasil mencapai babak semi final menyusul kegagalan Asamoah Gyan dalam mengeksekusi penalti pada menit-menit akhir masa perpanjangan waktu yang membuat lawan mereka, tim Uruguay, berhasil lolos ke semifinal.

Di atas semua itu, tidak ada yang lebih mengejutkan selain hadirnya satu bintang yang benar-benar menghebohkan, dialah Paul si Gurita yang mendadak menjadi terkenal karena kemampuannya untuk "meramalkan" dengan tepat delapan hasil pertandingan secara berturut-turut.

Sayangnya Paul telah mati pada bulan Oktober lalu di aquarium Jerman tempat ia dipelihara selama ini.
(A032/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010