Nampaknya KTNA cerdas dan arif dalam menyikapi masalah
Sidoarjo (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak menginginkan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) sebagai organisasi profesi para petani dan nelayan terseret pada persoalan politik.

"Di Grahadi saya sudah memanggil Pak Winarno (Tohir Winarno, Ketua Umum KTNA). Namanya organisasi profesi maka bicaranya adalah profesi. Tidak boleh ditarik ke sana-sini oleh kelompok-kelompok politik tertentu," kata Presiden dalam pencanangan Gerakan Nasional "Mari Hadapi Anomali Iklim Bersama" di Desa Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, Jumat.

Ia menegaskan KTNA harus menjadi milik seluruh rakyat Indonesia. "Rakyat Indonesia tidak boleh dikotak-kotakkan agama, suku, ras, adat, budaya, apalagi perbedaan politik. Dari mana pun bupati/wali kota dicalonkan harus didukung penuh, tidak boleh identitas politiknya dibedakan. Itulah Indonesia yang teduh dan damai," katanya.

Presiden merasa bangga terhadap KTNA yang dianggap mampu mencari jalan keluar bagi petani dan nelayan dalam menghadapi anomali iklim itu.

"Biasanya saat menghadapi masalah yang muncul adalah keluhan atau menyalahkan pihak lain. Maka masalah tidak bisa diatasi, malah timbul masalah baru. Nampaknya KTNA cerdas dan arif dalam menyikapi masalah," ujarnya.

Oleh sebab itu, Presiden meminta semua bupati/wali kota mendukung gerakan menghadapi anomali ikim yang digagas KTNA dan Kementerian Pertanian itu. "Bupati dan wali kota bersama-sama sukseskan gerakan ini demi tani dan nelayan kita," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan pemerintah sangat perhatian terhadap ketahanan pangan.

"Lima tahun lalu penduduk dunia 6,6 miliar jiwa, sekarang meningkat menjadi 6,8 miliar jiwa. Mereka konsumsi makanan lebih banyak lagi, sedangkan bumi kita tidak bertambah luasnya. Iklim kita sering gagal panen. Maka apabila dunia tidak serius mengurus petani dan nelayan, saya khawatir anak cucu kita krisis di bidang pangan," katanya.

Presiden kemudian menceritakan pengalamannya di daerah kelahirannya, Pacitan, Jatim. "Saya lahir di kota kecil, Pacitan. Waktu saya masih remaja, penduduk sekitar, kalau tidak tani, ya nelayan. Saya tahu persis kehidupan nelayan itu tidak pasti. Petani di daerah tandus seperti di Pacitan juga demikian," paparnya.

Untuk itu, dia tidak ingin penghasilan para petani dan nelayan terganggu. "Harga yang pas, petani dan nelayan dapat penghasilan baik, tapi masyarakat tetap bisa menjangkau. Itu namanya adil. Jangan yang menikmati hasil pertanian adalah pedagang dan penguasa saja, tapi petani dan seluruh rakyat," tuturnya.

Terkait perubahan iklim, menurut Presiden, tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di belahan dunia lainnya. "Anomali iklim itu nyata dan terjadi. Dulu orang menganggap omong kosong, fiksi. Sekarang ditunjukkan oleh Allah SWT adanya perubahan iklim," katanya.

Ia kemudian memaparkan salah satu teori kepunahan Dinosaurus. "Salah satu teori mengatakan, Dinosaurus punah karena tidak bisa beradaptasi ketika iklim dan bumi berubah. Mari kita belajar dari pelajaran itu," ujar Presiden..

Untuk bertahan dari perubahan iklim itu, Presiden juga mengajak masyarakat untuk menerapkan pola diversifikasi pangan, sehingga tidak hanya nasi.

Ia mengungkapkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap nasi tertinggi di dunia, yakni mencapai 140 kilogram beras setiap orang per tahun.

"Negara lain hanya seperempat kebutuhan kita. Untuk itu, kita perlu diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan pangan kita," kata Presiden.

Dalam acara tersebut, Presiden juga berdialog dengan Gubernur Kaltim Awang Faruk, Wagub Sulsel Agus Arifin Nukmang, dan Wagub Sumut Gatot Pujo Nugroho beserta masing-masing perwakilan tani dan nelayan di ketiga daerah itu, melalui jalur video telekonferensi dari Desa Lebo.

Dalam kunjungannya ke Jatim itu, Presiden didampingi istri, Ny Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu, di antaranya Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad, Menteri Koperasi dan UMKM Syarif Hasan, Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Pendidikan M Nuh, dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.
(M038/C004/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011