Semarang (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat peraga pendidikan yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga, Jawa Tengah tahun 2007, Sri Maria Hartati (43), mengajukan permohonan izin berobat kepada majelis hakim.

Permohonan izin berobat terdakwa yang baru melahirkan dua bulan lalu tersebut dikatakan pengacara terdakwa, Deddy Suwardi, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kota Semarang, Senin.

"Obat-obatan terdakwa sudah hampir habis sehingga yang bersangkutan harus diperiksa kembali oleh dokter di Rumah Sakit Salatiga," kata pengacara terdakwa kepada hakim ketua Ronius yang memimpin jalannya sidang.

Mendengar permohonan terdakwa melalui pengacaranya yang juga mengajukan pemindahan tempat penahanan kliennya dari LP Wanita Semarang ke Rumah Tahanan Salatiga, hakim ketua menyarankan agar terdakwa diperiksa dokter di Lembaga Permasyarakatan Wanita Semarang.

"Rekam medis terdakwa bisa dibawa dari Salatiga ke sini, sedangkan pemindahan tempat penahanan ke Rutan Salatiga akan kami pertimbangkan," ujar Ronius.

Dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut umum pada sidang sebelumnya, pengacara terdakwa menilai dakwaan jaksa tidak cermat dan kasus ini seharusnya masuk ke ranah hukum perdata bukan korupsi.

Setelah mendengar hal itu, majelis hakim menunda sidang dan akan melanjutkan kembali pada Senin (14/2) dengan agenda tanggapan jaksa dari Kejaksaan Negeri Salatiga, Wagino, terhadap keberatan terdakwa.

Terdakwa Sri Maria Hartati (43) selaku Direktur PT NEC Mitra Persada diduga ikut bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat peraga pendidikan selain Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Salatiga, Zaenuri, yang telah disidangkan dalam kasus serupa di Pengadilan Negeri Salatiga beberapa waktu yang lalu.

Dalam kasus ini, terdakwa sebenarnya bukan sebagai pelaksana langsung proyek tersebut, melainkan mendapat pengalihan pengerjaan dari PT. Grana Mandala Adiluhung (GMA).

Direktur PT. GMA, Sri Kustoyo Raharjo, yang mendapat bagian keuntungan sebesar empat persen dari total nilai proyek sebesar tujuh miliar rupiah itu ternyata tidak menyetorkan Rp303 juta dari Dinas Pendidikan Salatiga kepada PT. NEC.

Dalam pengerjaan proyek tersebut, PT. NEC menyalahi kontrak yang telah disepakati yakni dengan tidak ditemukannya perangkat lunak pelajaran Matematika dan IPA di sekolah-sekolah sehingga menyedot anggaran Rp186 juta.

Hal tersebut berdampak kepada keterlambatan pengerjaan yang berujung denda sebesar seperseribu dari nilai proyek sesuai Pasal 37 Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.

Denda yang harus dibayarkan PT. GMA kepada Dinas Pendidikan Salatiga akibat keterlambatan PT.NEC mencapai Rp349,9 juta.

Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011