Sejumlah loader bersiaga saat seorang atlet angkat berat Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua beraksi di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (14/10/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)

Berpengalaman

Hingga saat ini sudah lebih dari 20 tahun Iin menjalani profesi sampingan sebagai loader. Pegawai administrasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu menderitakan dirinya juga pernah mengecap peristiwa lain saat salah satu kontingen menjadikan loader sasaran kekalahan usai mereka bertanding.

Alasannya, loader dituduh salah merangkai tumpukan barbel sehingga mempengaruhi capaian angkatan atlet. "Kalau bengkok sedikit saja barbelnya, itu bisa bikin angkatan atlet gagal, sebab jadi tidak imbang bagian kanan dan kirinya," katanya.

Iin dan kolega pun jadi sasaran amarah atlet dan pelatih yang kalah. Tidak jarang mereka menjadi pihak terlapor saat dewan wasit menangani perkara dari protes atlet.

Belajar dari pengalaman itu, Iin kini lebih selektif dalam merekrut anggota. Kuncinya adalah kekompakan dan wawasan loader saat menjalankan tugasnya. Minimal dia harus menghapal di luar kepala berapa bobot barbel sehingga saat dipasang bisa lebih akurat dan presisi.

Formasi tim pun diubah menjadi dua kelompok, masing- masing sebanyak enam orang. Tim pertama di atas panggung, dan tim kedua bersiaga di sisi panggung.

Namun khusus angkatan barbel seberat 400kg lebih, Iin menambah personel panggung menjadi tujuh orang, sisanya bersiaga.

"Kita ada di belakang atlet, makanya antisipasi kalau atlet gak kuat, langsung saya tangkap barbel itu," katanya.

Pada gelaran PON Papua, Iin merekrut tim yang seluruhnya berasal dari warga Jawa Barat. Sebab dirasa lebih kompak dalam berkomunikasi dan memiliki fisik dan stamina yang kuat. Selain itu mereka juga telah berpengalaman di PON Jabar 2016.

Baca juga: Gara-gara selisih bobot badan, atlet tuan rumah angkat berat mengamuk

Selanjutnya : ingin pensiun

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021