Kuala Lumpur (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Malaysia Da`i Bachtiar mengingatkan, pengiriman penata laksana rumah tangga (PLRT) tidaklah untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga tapi sudah harus menuju kepada spesialisasi pekerjaan yang selayaknya dipersiapkan sebelum mereka diberangkatkan.

"Kalau tukang masak, yang pekerjaannya masak saja. Tukang cuci, ya nyuci saja. Jangan seperti sekarang semuanya dipegang. Bahkan terkadang juga menjaga toko ataupun mengurus anak-anak. Ini harus dibenahi," kata Da`i disela-sela sosialisasi ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo kepada warga Indonesia di Kuala Lumpur, Minggu.

Para PLRT itu, lanjut dia, harus dibekali dengan ketrampilan yang memadai dan ini harus disiapkan sebelum mereka diberangkatkan. "Para agen tenaga kerja harus mampu menciptakan pelatihan yang memadai dan menjurus pada spesialisasi. Contohnya pekerja Filipina sudah mengarah spesialisasi. Hasilnya posisi tawar mereka bagus," ungkapnya.

Menurut Da`i, spesialisasi ini sangat baik terutama untuk meningkatkan daya saing dan posisi tawar dari para pekerja untuk rumah tangga tersebut.

Pihak KBRI juga senantiasa berupaya agar posisi tawar para pekerja Indonesia di negeri ini menjadi lebih baik yaitu dengan mengupayakan agar gaji yang mereka terima minimal 600 ringgit per bulan, bahkan kalau sudah diatas dua tahun kerja maka kami berupaya agar para majikan menaikkan gaji pekerjanya.

"Kalau mereka sudah bekerja dua tahun, tentu para pekerja itu bisa melakukan pekerjaan yang diinginkan majikannya. Kalau sudah seperti ini, kami pasti minta agar majikan menaikkan gaji, Kalau tidak dilakukannya maka kami tidak memberikan surat perpanjangan kerja. Biasanya para majikan mengikutinya dengan menaikkan gaji sesuai dengan standar yang berlaku karena memang mereka sangat membutuhkan pekerja tersebut," ungkapnya.

Diakuinya, kebutuhan Malaysia terhadap PLRT khususnya dari Indonesia masih sangat kuat, bahkan meskipun pemerintah Indonesia melakukan moratorium (penghentian pengiriman pembantu rumah tangga) ke negeri ini sejak dua tahun lalu, namun dalam kenyataannya terdapat lebih dari 10 ribu PLRT yang bekerja di Malaysia selama masa moratorium tersebut.

Mereka itu, lanjut Da`i, datang ke Malaysia secara legal sebagai pelancong, namun diberi izin bekerja oleh pihak pemerintah Malaysia karena ada majikan yang memberikan jaminannya.

Oleh karena itu, KBRI juga terus mendorong agar kesepahaman mengenai ketenagakerjaan antara Indonesia-Malaysia dapat segera ditandantangani.

Dikatakannya, Bulan Maret, rencananya Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar akan ke Malaysia bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia yang intinya akan membicarakan agar mempercepat penandatangan Kesepahaman ketenagakerjaan Indonesia-Malaysia.

Menurut dia, hal-hal yang menjadi prinsip dalam kepahaman tersebut sudah disetuju seperti paspor dipegang oleh TKI, hak cuti dan gaji. Kalau ada yang lainnya bisa menyusul.

"Kalau mengenai pengawasan tentu ada mekanismenya dan para agen juga harus bertanggung jawab dengan melakukan kontrol selama masa kontrak berlangsung," ungkapnya.

Sementara itu, mengenai adanya pemberitaan di dalam negeri dari seorang tokoh politik yang meminta agar pengiriman pembantu rumah tangga dihentikan saja karena telah mencoreng citra Indonesia harus difikirkan masak-masak karena pemerintah harus punya solusinya bagaimanan bisa menampung mereka di dalam negeri.

"Jangan karena harga diri ataupun gengsi. Tapi usulannya tersebut juga harus ada solusinya. Sanggupkan menampung mereka?" kata Da`i.

Sebenarnya, menurut dia, bisa saja PLRT dihentikan asalkan orang-orang yang berpenghasilan tinggi (orang kaya) mau menampung mereka menjadi pekerjanya di rumah. "Kalau para orang kaya menambah 2-3 orang pembantunya tentu kita bisa stop pengiriman PLRT," ungkapnya.(*)

(T.N004/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011