Jakarta (ANTARA News) - Pengacara Eddie Widiono, Maqdir Ismail, kecewa atas penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 20 hari sejak Kamis.

"Tidak ada alasan subyektif dari KPK untuk menahan Eddie Widiono karena tidak mungkin dia melarikan diri sebab ia telah dicekal, tidak mungkin mengulangi perbuatan, karena dia telah lama pensiun dari PLN dan tidak mungkin dia menghilangkan barang bukti, karena semuanya sudah disita oleh KPK," katanya di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Maqdir, kalau berbicara tentang kebijakan, seperti pak Eddie Widiono menyetujui kebijakan roll out Computer Information System (CIS) Rencana Induk Sistem Informasi (RISI) seharusnya yang diusut terlebih dahulu adalah pelaksana kebijakan yang diduga telah menyalahgunakan kebijakannya sehingga membuat orang lain menjadi untung atau menguntungkan diri sendiri, baru kemudian pengambil kebijakan yang diperiksa untuk mengetahui apakah kebijakan itu dibuat secara sengaja untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Orang itu dihukum karena mempunyai niat dan secara sengaja melakukan perbuatan pidana, bukan orang baik yang beriktikad baik, kata Maqdir.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan, Eddie Widiono diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, meskipun tidak pernah jelas siapa kawan pesertanya.

Ia mengatakan, hingga penahanan ini dilakukan belum pernah diumumkan ada tersangka lain selain mantan Dirut itu.

"Selama empat kali pemeriksaan, penyidik tidak pernah melakukan konfirmasi mengenai kerugian negara yang diduga sebesar Rp45 miliar," kata Maqdir Ismail.

Untuk itu, tambahnya, harus jelas penghitungan kerugian negara itu, seperti dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, bukan berdasarkan asumsi.

Menurut Maqdir, peran Eddie Widiono, dalam hubungannya dengan Perjanjian antara PLN Disjaya dan Tangerang PT Netway Utama, sebagai perusahaan jasa konsultasi piranti lunak komputer yang ditunjuk

langsung sebagai pemenang proyek pengadaan outsourcing roll out CIS RISI di PT PLN Disjaya dan Tangerang adalah sebagai pemberi Kuasa kepada Fahmi Mochtar, sebagai General Manager PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.

Sedangkan yang melakukan supervisi roll out CIS RISI di PT PLN Disjaya dan Tangerang sejak tahun 2003 adalah Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Sunggu Anwar Aritonang.

"Jadi seluruh proses negosiasi harga proyek pengadaan outsourcing roll out CIS RISI di PT PLN Disjaya dan Tangerang hingga penanda tanganan kontrak tidak dibawah kontrol atau pengawasan Eddie Widiono sebagai

Dirut, tetapi sesuai dengan tugas dan wewenang Direksi berada dibawah kontrol Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Sunggu Anwar Aritonang.

Proyek roll out CIS RISI tersebut, menurut Maqdir, dijelaskan oleh Eddie Widiono kepada penyidik, telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris dan RUPS. Bahkan dalam RKAP 2003 dikatakan "Roll Out CIS RISI di seluruh pelayanan UBD Disjaya,sebagai luncuran program 2002?.

Sehingga tidak benar keterangan yang menyatakan bahwa Proyek ini baru dalam tahap diskusi atau pembicaraan dengan Dewan Komisaris.

Eddie Widiono ditahan KPK sebagai Pembuat Kebijakan Terhitung sejak Kamis sore ini, 24 Maret 2011, Eddie Widiono, mantan Direktur Utama PLN ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagaimana

dikatakan oleh Juru Bicara KPK Johan Budi SP, penahanan ini adalah untuk kepentingan penyidikan, yang bersangkutan akan ditahan selama 20 hari ke depan.

Penahanan terhadap Eddie Widiono, karena diduga terlibat dalam kasus korupsi Pembangunan proyek komputerisasi untuk pelayanan terhadap pelanggan, Computer Information System (CIS)-Rencana Induk Sistem Informasi (RISI) di PT (Persero) PLN Disjaya dan Tangerang.(*)
(T.M011/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011