Malang (ANTARA News) - Sastrawan, budayawan dan novelis nasional asal Kota Malang, Jawa Timur, Ratna Indraswari Ibrahim, Senin, sekitar pukul 10.00 WIB meninggal dunia pada usia 61 tahun karena sakit.

Ruhadi Rarundra, anak angkat yang juga asisten novelis yang tergolong produktif itu mengatakan, ibu angkatnya meninggal ketika menjalani perawatan di Paviliun Bougenvile Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang.

Setelah disemayamkan di rumah duka Jalan Diponegoro Nomor 3 Kecamatan Klojen, Kota Malang, jenazah almarhumah diberangkatkan dari rumah duka dan dimakamkan di pemakaman umum Samaan.

Ia menjelaskan, sebelum meninggal almarhum mengalami anfal tiga kali dan anfal keempat (terakhir) terjadi sekitar pukul 04.00 WIB. Dan, terakhir tensi darah almarhumah terus menurun hingga mencapai batas 93/54.

Almarhumah Ratna Indraswari Ibrahim di rawat di RSSA Malang sejak Sabtu (26/3). Sebelumnya Ratna juga beberapa kali menjalani perawatan intensif di RSSA Malang karena menderita stroke ringan.

Namun, hasil diagnosa terakhir, selain menderita stroke ringan, Ratna juga menderita jantung, diabetes serta paru-paru. Pada hari pertama perawatan, Ratna juga sempat tidak sadarkan diri.

Hasil pemeriksaan terakhir, telah terjadi penyumbatan di bagian kepala dan sebagian pembuluh darah yang tersumbat sudah pecah. Ketika itu Ratna dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami pusing berkepanjangan dan tremor atau kejang di tangan kanan.

Selama menjalani perawatan di RSSA Malang, Ratna dibantu oleh saudara, kerabat, sahabat dan beberapa donatur. Bahkan, para sahabatnya juga membuka rekening pribadi untuk almarhumah.

Seorang sahabat almarhum yang juga sastrawan Arcana mengaku sedih. Almarhumah adalah sastrawan yang cukup produktif, sebagian besar karyanya memang berupa cerita pendek (cerpen) dan cerita bersambung.

Putri pasangan Saleh Ibrahim dan Siti Bidahsari (sudah meninggal) itu juga telah menulis belasan novel. Di antaranya berjudul Lemah Tanjung, Menjelang Pagi, Lakon di Kota Senja serta Kado istimewa.

Almarhumah dikenal sebagai sosok pribadi yang ramah dan perhatian terhadap sesama. Selain itu juga kukuh dalam memegang prinsip serta, sehingga cukup disegani  sastrawan di Malang.

Selama hidupnya, almarhumah mendedikasikan hidupnya untuk dunia sastra dan tetap melajang hingga akhir hayatnya. Meski 100 persen hidupnya tak pernah lepas dari kursi roda, almarhumah tak pernah mematikan kreativitasnya untuk berkarya.
(E009)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011