"Dari Kemenkominfo belum ada satu surat apa pun yang kami terbitkan menyangkut rencana tersebut," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S Dewabroto, di Jakarta Kamis ketika dihubungi ANTARA.
Ia mengatakan, pihaknya masih terus membahas rencana tersebut karena penggabungan dua lembaga penyiaran itu bukan semata ranah Kemenkominfo.
Menurut dia, masih ada beberapa pihak yang terkait langsung dengan realisasi rencana penggabungan dua televisi swasta itu.
"Ada Bapepam-LK dan ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di situ," katanya.
Gatot menambahkan, dalam UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi jelas disebutkan bahwa frekuensi tidak boleh dipindahtangankan.
Jika pun harus terjadi maka harus memperoleh izin dari Menteri Komunikasi dan Informatika.
Selain itu dalam UU Penyiaran, Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) juga tidak boleh dipindahtangankan.
"Tapi yang banyak terjadi sekarang sifatnya holding, izin masih tetap pemilik lama kemudian dua perusahaan itu melakukan holding," kata Gatot.
Hal itu merupakan salah satu upaya agar tidak terjadi benturan dengan dua UU tersebut. "Kami masih belum final semua masih dalam pembahasan tiga pihak ini," katanya.
Terkait dengan pilihan pola penggabungan seperti merger, akuisisi, atau holding, Gatot menyatakan, belum ada pembicaraan lebih lanjut tentang pola yang akan dipilih.
"Holding memang tidak melanggar dua UU tersebut tetapi boleh jadi melanggar UU lain seperti UU Pasar Modal atau yang lain," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya sangat hati-hati menyikapi persoalan tersebut.
(H016/B012/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011