Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan pemerintah tidak ada pemikiran untuk melakukan pencabutan surat keputusan bersama terkait Ahmadiyah.

"Ya kalau pun ada pandangan tetapi sama sekali tidak untuk dicabut. Tidak ada pemikiran untuk dicabut. Saya kira menyempurnakan, memperbaiki itu lebih baik," katanya di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, SKB sudah tepat, dan hanya dicabut bila kemudian ditingkatkan menjadi aturan hukum yang lebih tinggi.

"Pandangan kami tidak ada masalah dengan SKB. Justru harus dilaksanakan. Tidak ada pemikiran untuk dicabut kecuali kalau ada perbaikan bahkan ada pemikiran untuk kemudian ditingkatkan dari sebuah suatu keputusan menteri kemudian menjadi yang lebih tinggi lagi," katanya.

Menurut dia, sampai saat ini tidak pelarangan bagi Ahmadiyah, namun penyebaran aktivitasnya dibatasi.

Ia menambahkan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat sampai saat ini masih menerima masukan sebanyak-banyaknya terkait dengan Ahmadiyah, namun belum mengambil langkah tegas terkait dengan Ahmadiyah.

"Jadi yang dilakukan kantor Kemenko Kesra sendiri kami tidak langsung mengambil sikap, apakah itu kemudian dilarang, dibubarkan, atau dilakukan langkah-langkah pembinaan. Kecuali kita mendengar sebanyak mungkin masukan-masukan," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat pada 2008. SKB ini diterbitkan pemerintah untuk mengatur Ahmadiyah dalam kehidupan beragama.

Sebab, banyak kalangan muslim Indonesia yang menolak dengan tegas Ahmadiyah dan memintanya menjadi agama tersendiri. Insiden antara umat Islam dan Jemaah Ahmadiyah seringkali terjadi.

Penolakan SKB tentang Ahmadiyah tersebut kembali memanas setelah terjadinya penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

SKB tersebut berisi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu.

Kedua, memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI sepanjang mengaku beragama Islam untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum kedua dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

Keempat, memberi peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.

Kelima, warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum keempat dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keenam, memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.(*)
(M041)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011