Lebih baik merdeka saja dan mencabut Amanat 5 September 1945
Yogyakarta (ANTARA News) - Sekitar seribu orang dari berbagai daerah di Yogyakarta melebur menjadi satu dalam semangat penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dengan melakukan kegiatan "mubeng beteng" bertajuk Golong Gilig Penetapan, Minggu.

Peserta mengelilingi beteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan rute dari Alun-Alun Utara Yogyakarta menuju Jalan Trikora, Jalan Ahmad Dahlan, Jalan Wahid Hasyim, Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo dan kembali ke Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Sebanyak empat ekor gajah menjadi pemimpin barisan pada kegiatan mubeng beteng diikuti sejumlah kelompok kesenian, di antaranya adalah Topeng Ireng dan Topeng Edan dari Kecamatan Wirobrajan Yogyakarta, bregada dari Sleman, dan reog dari Kulon Progo.

Sebelum mubeng beteng yang digelar atas kerja sama antara Sekretariat Bersama Pro Penetapan dengan Paksi Katon itu, ribuan peserta melakukan senam massal di Alun-Alun Utara Yogyakarta.

GBPH Prabukusumo selaku kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan juga sejumlah pejabat pemerintahan seperti Wakil Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Bupati Bantul Ida Suryawidati juga turut hadir dalam kegiatan tersebut.

Prabukusumo mengatakan kegiatan mubeng beteng tersebut akan mengingatkan pemerintah dan legislatif tentang keistimewaan Yogyakarta, termasuk di dalamnya penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam yang bertahta sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

"Pemerintahlah yang seharusnya memperjuangkan penetapan sebagai rasa hormat dan terima kasih kepada Keraton Ngayogyakarta dan Paku Alaman karena telah mengorbankan segalanya untuk bangsa Indonesia," katanya.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta di DPR, lanjut Prabukusumo masih menjadi tanda tanya sampai sekarang bahkan mengkhawatirkan bahwa pembahasannya akan dipolitisasi.

"Lebih baik merdeka saja dan mencabut Amanat 5 September 1945," katanya yang juga menyebut kebijakan posisi gubernur utama hanya merupakan jebakan karena tidak ada dasar hukumnya dan berpotensi untuk menjadi alasan agar keraton tidak diakui.

Apabila merdeka, lanjut dia, masyarakat akan siap mendukung dan nantinya keraton bisa semakin dikembangkan untuk pariwisata dan kebudayaan.

Sementara itu, perwakilan Sekretariat Bersama Pro Penetapan Widihasto mengatakan kegiatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih setia dan terus mendukung penetapan sultan dan paku alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

"Masyarakat terus bergerak untuk memperjuangkan keinginan mereka yaitu penetapan," katanya. 
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011