"Pelanggaran hak azasi manusia (HAM) jangan selalu ditafsirkan ketika terjadi kekerasan fisik, tetapi juga ketika hak masyarakat yang seharusnya diberikan kepadanya ternyata tidak diberikan," kata ketua Lembaga Investigasi Konflik Agraria dan Pelanggaran Hak Azasi Manusia (Likaham) Provinsi Sulbar, Syarifuddin AS di Mamuju, Selasa.
Ia mengatakan, pemutihan gaji yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju kepada sejumlah pegawai tidak tetap (PTT) yang selama ini mengabdi di lingkup Kabupaten Mamuju, selama enam bulan pada tahun 2010, termasuk juga pelanggaran HAM.
Oleh karena itu ia menilai Bupati Mamuju Drs Suhardi Duka sebagai penanggung jawab kebijakan terhadap pemutihan gaji PTT tersebut, telah melakukan pelanggaran HAM yang tidak boleh dibiarkan.
"Bupati Mamuju melakukan pelanggaran HAM kepada PTT, karena tidak memberikan gaji kepada mereka meskipun mereka sudah bekerja selama enam bulan kepada pemerintah di Mamuju," katanya.
Menurut dia, terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan Bupati Mamuju karena gaji yang akan digunakan PTT untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, ternyata tidak diberikan.
"Kalau mereka tidak diberikan gajinya berarti hak hidupnya untuk makan dan memenuhi kebutuhannya berarti juga tidak diberikan, artinya terjadi pelanggaran HAM terhadap PTT yang dilakukan Bupati Mamuju," katanya.
Oleh karena itu ia meminta kepada Bupati Mamuju sebagai penanggung jawab pemutihan gaji PTT, segera merubah kebijakannya dan segera membayarkan gaji PTT yang diputihkan pada tahun 2010 tersebut.
"Kalau Bupati Mamuju tidak mau disebut pelanggar HAM maka gaji PTT yang diputihkan selama enam bulan, harus segera dibayarkan tanpa alasan, Bupati harus mengedepankan rasa kemanusiaan kepada PTT yang selama ini telah bekerja membantu pemerintah di Mamuju melakukan pelayanan pemerintahan,"katanya.
Sebelumnya Pemkab Mamuju memutihkan gaji sebanyak 1.400 orang PTT di Mamuju selama enam bulan pada semester kedua tahun 2010 karena Pemkab Mamuju mengalami devisit anggaran. (MFH/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011