Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bersama Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) dan pemerintah Taiwan menyepakati perbaikan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di Taiwan.

Kesepakatan itu, kata Direktur Penyiapan Pemberangkatan BNP2TKI Arifin Purba melalui surat elektronik dari Taiwan, Sabtu,

merupakan pokok kesimpulan Pertemuan Tahunan V KDEI dengan Taiwan Economic Trade Office (TETO) yang dibuka Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di Taiwan, Jumat (29/4).

Pertemuan yang membahas peningkatan kerja sama penempatan dan perlindungan TKI di Taiwan itu juga dihadiri Kepala KDEI Harmen Sembiring,serta Ketua TETO Andrew Hsie.

KDEI merupakan Perwakilan RI yang antara lain berperan melayani TKI di Taiwan sedangkan TETO selaku wakil pemerintah Taiwan di Jakarta yang memberi izin TKI berangkat ke Taiwan.

Perbaikan perlindungan TKI tersebut dilakukan dengan mengevaluasi sekaligus membenahi berbagai instrumen penempatan TKI ke Taiwan di samping mengutamakan kepentingan TKI saat bekerja di Taiwan, katanya.

Tenaga kerja asing di Taiwan sekitar 380 ribu orang dan dari jumlah itu terbanyak merupakan TKI yakni sekitar 161 ribu orang, disusul pekerja asal Vietnam 110 ribu-120 ribu, asal Filipina 77 ribu-80 ribu, asal Thailand 50-60 ribu, dan sisanya dari sejumlah negara lain.

Sebagian besar TKI di Taiwan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga atau perawat jompo pada pengguna perorangan dan sebagian kecil lainnya bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) atau nelayan pada pemilik kapal penangkap ikan serta di bidang konstruksi dan manufaktur.

Bela TKI
Dalam kesepakatan itu, kata Arifin, Taiwan akan lebih berupaya membela hak-hak TKI serta mengembangkan jaminan perlindungan pada TKI yang terkait hukum, HAM, kelayakan gaji dan asuransi, pekerjaan sesuai kontrak, tidak mengalami pemotongan gaji di luar ketentuan baik oleh majikan maupun agen penyalur TKI, termasuk tidak ada pihak yang boleh menahan gaji TKI maupun mengabaikan hak pembayaran lembur bagi TKI.

"Keseriusan Taiwan untuk meningkatkan perlindungan TKI memang beralasan, mengingat TKI merupakan pekerja asing terbesar yang ada di Taiwan dengan jumlah sekitar 161 ribu saat ini," katanya.

Bahkan kecenderungan jumlah TKI semakin besar lagi di masa mendatang disadari pula oleh Taiwan untuk memnuhi kebutuhan warga Taiwan yang terus meningkat terhadap TKI"caregiver" (perawat jompo) di rumah tangga.

Pemerintah Taiwan, katanya, juga akan semakin menegakkan aturan yang adil pada TKI agar terhindar dari ketidakadilan majikan maupun agen sehingga dapat menurunkan jumlah TKI kaburan di sektor pekerja rumah tangga dan ABK atau nelayan.

"Atas permintaan BNP2TKI, Taiwan juga akan mengatasi ulah majikan nakal yang melakukan pelecehan seksual terhadap TKI, selain menertibkan para pengguna ilegal yang mempekerjakan TKI bekerja sama dengan agen karena membuat makin tingginya angka TKI kaburan," kata Arifin.

Ia mengatakan fenomena TKI kaburan disebabkan maraknya "sindikat" antara majikan dengan agen dalam merekrut TKI untuk pindah majikan padahal pindah majikan di Taiwan adalah pelanggaran berat dan TKI yang melakukannya dicap sebagai TKI kaburan serta terancam dideportasi.

Data dari KDEI, terdapat 11.180 TKI kaburan yang terancam dideportasi oleh pemerintah Taiwan.

Atas permintaan Taiwan, BNP2TKI sepakat meningkatkan kualitas pelatihan TKI dan pola perekrutan melalui sistem dalam jaringan (online) serta perbaikan materi, yang dapat berdampak pada penciptaan mutu TKI untuk bekerja di Taiwan, katanya.

Pemeriksaan kesehatan bagi calon TKI akan disesuaikan dengan permintaan Taiwan yakni bebas dari penyakit menular seperti Tuberculosis (TBC) maupun penyakit lain yang disebabkan virus.

Soal keterampilan calon TKI dan kemampuan berbahasa Mandarin, pihak Taiwan melalui CLA (Council of Labor Affair) serta TETO akan membantu mendatangkan para instruktur bekerja sama dengan BNP2TKI dan BLKLN (Balai Latihan Kerja Luar Negeri) yang dikelola PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta), katanya.
(B009/A011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011