Bisa membatik lebih baik dalam pewarnaan
Siak (ANTARA) - Batik telah menjadi khasanah budaya Indonesia. Ketelatenan dan kesabaran dalam membatik terpatri layaknya seorang ibu yang sabar dalam merawat anaknya. Maka tak heran juga jati diri perempuan Indonesia melekat pada cita rasa batik itu sendiri.

Batik seperti menggurita tak hanya pada satu entitas wilayah saja. Mereka bisa bernyawa dengan corak dan motif pada tempatnya bernafas meski sekalipun jauh dari asalnya, Tanah Jawa. Seperti halnya di Kota Siak Sri Indrapura yang memiliki Batik Istana.

Siak memang Negeri Istana yang di atasnya masih kokoh berdiri Istana Assereyah Al Hasyimiah peninggalan Kesultanan Siak. Dengan ikon tersebut Batik juga melekat dengan motif istana dan benda budaya lainnya.

Salah satu sentra batik itu ada di bawah binaan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Siak. Tempat produksinya dinamakan Rumah Batik Istana yang menggaungkan pemakaian Batik Siak. Sehingga sekarang Siak tak hanya dikenal dengan tenun yang diwariskan oleh nenek moyangnya, tapi juga batik dengan cita rasa Melayu.

Munculnya corak batik Siak diketahui sudah ada bahkan sebelum kabupaten ini berdiri sendiri pada tahun 1999. Semenjak itu, keahlian membatik dari generasi ke generasi terus dijaga meski tertatih-tatih.

Penanggung jawab Batik Dekranasda Siak, Eli Azni tidak menafikan adanya naik turun dalam regenerasi membatik. Tidak bisa dipungkiri pengrajin yang didominasi perempuan ini sering terbentur masalah domestik.

"Ya biasalah perajin di sini ibu rumah tangga atau anak gadis yang mengisi waktu kosong. Jadi ada yang ketika sudah berumahtangga berhenti atau pindah. Tapi Alhamdulillah sampai sekarang masih ada perajin kita malah semakin berkembang," katanya yang juga seorang ibu rumah tangga dan harus pintar-pintar mengelola waktu untuk Dekranasda.

Selain memberikan ilmu secara berjenjang, Rumah Batik Istana juga menggembleng perajin melalui pelatihan yang diberikan perusahaan-perusahaan. Salah satunya dari Perusahaan Bubur Kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper.

Manager Operasional Community Development PT RAPP, Sundari Berlian menyampaikan pihaknya memberikan dukungan ketika periode Misnarni, istri Bupati Siak dua periode Syamsuar, yang kala itu menjadi Ketua Dekranasda Siak. Ketika itu Siak sudah ada batiknya juga, dan RAPP diminta mendukung peningkatan kualitasnya.

"Ada pelatihan yang kita berikan kepada tim Dekranasda Siak sekitar seminggu sehingga mereka bisa membatik lebih baik dalam pewarnaan dan mengawinkan motifnya agar lebih bervariasi. Kita juga berikan dukungan modal kerja dalam bentuk cap/cetakan," ujarnya.

Salah satu cap yang diberikan RAPP yakni Cap Batik Istana itu sendiri yang kini jadi ciri khasnya. Setelah itu RAPP terus melakukan pendampingan jika ada kendala seperti pewarnaan yang kurang pas, maka didatangkan orang yang lebih ahli membatik untuk diajari teknisnya seperti apa.

"Sekarang masih tapi karena sudah terjadi peningkatan sehingga sekarang tidak ada pendampingan rutin lagi. Karena Dekranasda Siak sudah hebat dan mandiri serta mahir dalam pewarnaan dan permotifan. Makin lama, makin berkembang dengan ide pembatik yang ada di Siak dengan motif-motif baru," ungkap Sundari.

Rumah Batik Istana Siak saat ini sudah dikenal dengan motif Istana Siak pada kaki kain dan ada juga bermotif Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah. Sedangkan motif atas mulai dari flora dan fauna seperti pucuk paku (pakis), melati, padi merunduk hingga benda khas Siak seperti tanjak, kue bergoyang sampai Perabung Istana Peraduan Siak.

Baca juga: Batik Siak kian populer sejak dipakai ASN

Baca juga: Riau lakukan regenerasi perajin batik Melayu saat pandemi COVID-19


Butuh ruang apresiasi

Seperti halnya kerajinan manual dengan tangan manusia, batik juga membutuhkan waktu, tenaga, dan materil dengan porsi lebih. Makanya harga karya tersebut juga di atas yang kain biasa.

Untuk itu, diperlukan ruang apresiasi dalam memiliki produk batik tersebut. Dalam artian pembeli tak hanya mengkonsumsi secara fungsional saja tapi juga menghargai nilai seninya.

Untuk memproduksi satu helai batik tulis, Dekranasda Siak memerlukan bahan dan teknik yang tidak sembarangan. Langkah pertama untuk membuat batik disiapkan mereka kain katun polos berwarna putih kualitas nomor satu dari Jakarta.

Selanjutnya, kain dibentangkan lalu dicap dengan cap/cetakan motif yang diinginkan. Cap dimasukkan ke lilin khusus lalu ditempelkan ke kain di atas meja yang khusus pula sehingga tercetak lah motifnya. Itu lilinnya khusus dipesan dari Jawa juga.

Setelah kering maka baru bisa diwarnai menggunakan pewarna yang dipesannya dari Yogyakarta. Pihaknya menggunakan alat tulis pewarna, dan sekali-sekali juga memakai canting tetapi tidak sering karena prosesnya lama.

Setelah diwarnai menurut motif masing-masing langkah selanjutnya itu dijemur. Tidak selesai sampai di situ hasil pewarnaan selanjutnya melalui proses yang disebut "diwater" dengan minyak yang seperti oli.

Lalu supaya tidak luntur, nantinya akan direbus dulu dengan panci besar untuk membuang lilinnya. Untuk semua proses ini dibutuhkan waktu minimal 10 hari baru hingga akhirnya dipajang di Dekranasda atau dijemput pembeli langsung. Nanti pembeli memutuskan apakah untuk dijahit menjadi baju wanita atau pria.

Melihat proses itu, makanya untuk satu helai Batik Siak ini harganya cukup mahal yakni dipatok Rp350 ribu. Jika dipikir-pikir itu sesuai bahkan masih murah. Jika dibandingkan dengan lamanya proses pembuatan dan kehati-hatian yang tinggi agar batik tidak luntur baik saat melilin maupun mewarnai.

Meski begitu, pesanan untuk Batik Siak terus ada berkat promosi para anggota Dekranasda. Bahkan promosi ini juga dilakukan langsung oleh Ketua Dekranasda Siak, Rasidah Alfedri. Istri Bupati Siak ini tak malu untuk menawarkan Batik Siak kepada tamu yang berkunjung ke negeri istana maupun para pejabat beserta istri yang punya kegiatan kunjungan kerja ke Kabupaten Siak.

Hal tersebut dilakukan selain untuk mengenalkan Batik Siak, tapi untuk menghidupi pengrajinnya yang sekarang berjumlah tujuh orang ini. Disampaikan bahwa untuk satu helai yang dipesan upahnya langsung diberikan kepada perajin.

"Sekarang peminatnya semakin banyak karena semakin sering dipromokan sejak jaman Ibuk Rasidah ini. Apalagi kalau ada iven, kadang kami yang tak sanggup karena proses membuatnya yang lama ini," sebut Eli Azni.

Baca juga: Batik Melayu Riau kekurangan penerus hanya dua perajin tersisa

Baca juga: Karimun Akan Kembangkan Batik Bercorak Melayu


Menggaungkan Batik Siak

Karena batik sudah menjadi budaya Indonesia, Dekranasda Siak juga menginginkan agar Batik Siak mendapat tempat paling kurang di negeri sendiri. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Dekranasda Siak, Ananda Laila Putri.

Ditemui di Kantor Dekranasda Siak, Jalan Raja Kecik, Ananda ingin Batik Siak lebih meluas dan tak hanya dikenal di Siak saja. Dia mengharapkan ini dipakai juga oleh kabupaten lain hingga nasional, tapi untuk itu perlu dikuatkan dari dalam dulu.

Upaya yang dilakukan pihak Dekranasda Siak diantaranya menggelar sejumlah iven kegiatan terkait batik ini. Baru-baru ini digelar "Batik Fashion Festival" sebuah perlombaan untuk menggali kreativitas dalam membuat motif batik kemudian diperagakan.

Sebelumnya juga diselenggarakan Festival Batik tahun 2019 yang juga melombakan motif batik. Saat itu pemenangnya yakni motif Batik "Padi Merunduk" dari Kecamatan Bungaraya yang terkenal sebagai sentra beras di Kabupaten Siak.

Selain dua kegiatan di atas yang juga didukung RAPP tersebut, Dekranasda juga menerima kunjungan belajar membatik untuk lebih menggaungkan Batik Siak. Pihaknya menerima kunjungan dari anak TK hingga orang dewasa yang pergi wisata ke Siak sekaligus mencoba membatik di Dekranasda Siak.

"Kita ada promo untuk anak sekolah atau umum untuk belajar membatik. Jadi mereka selain ke istana juga membatik dan ini sudah berjalan. Karena memakai tinta kita siapkan per paket untuk satu anak dengan harga tertentu untuk ukuran kecil saja membatik motif Siak. Jadi mereka senang dan akhirnya tahu bahwa membuat batik itu sulit harus teliti," ucap Istri Wakil Bupati Siak ini.

Namun yang tak bisa dipungkiri, Batik Siak semakin populer sejak para aparatur sipil negara dan honorer di Pemerintah Kabupaten Siak memakai Batik setiap Kamis. Untuk itu Rumah Batik Istana juga menyiapkan Batik Cetak (printing) sehingga harga lebih terjangkau, tapi tetap dengan motif khas Siak.

Ketua Dekranasda Siak, Rasidah Alfedri mengatakan selain dipakai hari Kamis, Batik itu juga dipakai untuk dinas luar oleh pejabat. Saat ini diketahui jumlah ASN ada sekitar 6 ribu orang dan honorer sekitar 5 ribu.

Ke depannya dia sangat berharap agar Batik Siak ini dipakai oleh anak sekolah di Kabupaten Siak yang jumlahnya mencapai 80 ribu orang. Terlebih lagi Rasidah saat ini juga masih berstatus guru di SMA N 1 Siak.

"Itu cita-cita Ibu dari dulu, sekarang ada anak sekolah memakai baju batik, tapi bukan yang dari Siak. Kalau mau diwajibkan memakai Batik Siak kami Dekranasda siap untuk memenuhinya, kalau pun tak sanggup bisa diberikan juga rumah batik lain yang ada di Siak," ujarnya saat Acara Batik Fashion Festival di Siak 11 Oktober lalu.

Hal ini juga menyambut usulan Bupati Siak Alfedri untuk membuat kebijakan agar 81 ribu anak sekolah di daerah setempat menggunakan Baju Batik corak dan motif Siak. Selain untuk menjadi ciri daerah, juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.

"Pemkab mendorong pemasaran untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bagaimana baju batik anak sekolah di Siak diproduksi dari pembatik Siak dari Dekranasda maupun yang lain," kata Alfedri saat itu.

Menurut dia, perlu dikembangkan lagi Batik Siak yang pakai anak-anak sekolah dibuat dijahit di konveksi yang ada di Siak.
 
Akan tetapi perkembangannya saat ini masih dalam pembicaraan sebab untuk batik cetak yang dipakai ASN harganya Rp150 ribu. Untuk anak sekolah harga tersebut masih dipertimbangkan namun rencana itu cukup efektif agar anak sekolah mengenal batik Siak.

Pengayaan motif dan desain Batik Siak perlu terus dikembangkan, salah satunya melalui Festival Batik yang satu kegiatannya berupa lomba desain motif Batik Siak.

Tujuannya agar Batik Siak  bisa makin dikenal dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Baca juga: Batik Tanak Liek di Sumatera Barat terus dilestarikan

Baca juga: Batik Loempo Sumsel nominasi penerima penghargaan Upakarti


 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021