tipikal bayi dengan jantung bawaan kritis akan terlihat baik-baik saja secara fisik saat ia lahir
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyerukan tentang pentingnya mendeteksi secara dini penyakit jantung bawaan pada bayi guna mencegah risiko kematian saat melahirkan.

"80 persen kasus kematian bayi, meninggal pada enam hari pertama. Kelainan kongenital adalah kelainan yang didapat sejak lahir menyumbang sekitar 7 persen kematian bayi. Di antara kelainan kongenital yang sering yaitu penyakit jantung bawaan," kata Ketua IDAI Pimprim Basarah Yanuarso dalam agenda Media Briefing "Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi Baru Lahir" yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan tipikal bayi dengan jantung bawaan kritis akan terlihat baik-baik saja secara fisik saat ia lahir, tapi beberapa jam kemudian terjadi perburukan dan meninggal. Setelah diteliti, salah satunya jantung bawaan kritis.

IDAI melaporkan satu dari 100 bayi lahir mengalami penyakit jantung bawaan. Sekitar 25 persen lainnya mengalami penyakit jantung bawaan kritis. Perkiraan bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan pada kurun Januari-Juni 2021 di Indonesia berjumlah 3.766 jiwa.

Dalam acara yang sama Ketua Unit Kerja Koordinasi Naonatologi IDAI Risma Kaban mengatakan kematian bayi akibat kelainan kongenital seperti jantung bawaan menjadi peringkat kedua penyebab kematian terbanyak di dunia setelah kasus prematur.

Bayi yang meninggal akibat penyakit kelainan bawaan, kata Risma, biasanya terjadi sepekan setelah lahir atau antara 8 sampai 28 hari.

Sejumlah kondisi yang mempengaruhi kematian bayi akibat kelainan bawaan di antaranya asfiksia atau kondisi ketika kadar oksigen di dalam tubuh berkurang yang ditandai dengan gejala sesak napas, kulit membiru, tarikan napas tidak teratur. Kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran bahkan kematian.

Namun Risma memastikan bahwa asfiksia berbeda dengan penyakit jantung bawaan yang dialami bayi. "Karena tidak semua penyakit aspiksia itu disebabkan karena kelainan jantung," katanya.

Untuk itu Risma menyarankan pentingnya skrining kesehatan ibu hamil pada pekan pertama supaya kelainan penyakit pada bayi bisa terdeteksi lebih dini.

"Alat ultrasonografi (USG) itu tidak 100 persen bisa mendeteksi. Rekomendasinya adalah skrining pada bayi di fasilitas neonatal intensive care unit (NICU)," katanya.

Petugas NICU akan mendiagnosa kondisi bayi dari kadar oksigen. "Kalau kadar oksigen di atas 95 persen, oke gak ada masalah. Kalau nadinya tidak teraba, itu kita harus skrining darurat, walau oksigennya 95 persen, kita harus lihat apakah respons bayinya bugar atau tidak, ada riwayat keluarga yang mirip atau tidak, belum boleh dipulangin dulu," katanya.

Rekomendasi pemeriksaan kondisi bayi di fasilitas NICU saat masih berusia 24-48 jam setelah kelahiran, kecuali yang telah Echocardiografi (USG Jantung). "Bayi yang menggunakan oksigen tambahan pada skrining awal harus diulangi 24-48 jam setelah tidak menggunakan oksigen," katanya.
Ketua TP-PKK Kalimantan Utara (Kaltara) Rachmawati Zainal menjenguk Abidzar Ramadhan, seorang bayi berusia lima bulan yang akan menjalani operasi jantung di Jakarta. ANTARA/HO - Dinas KISP Provinsi Kaltara.
Baca juga: IDAI: Teknis vaksinasi COVID-19 usia 6-11 tahun sama seperti remaja
Baca juga: IDAI siagakan relawan dokter spesialis anak di daerah bencana Semeru
Baca juga: IDAI luncurkan LITTLe Ku dan I-POINTS untuk dorong cakupan imunisasi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021