Aden, Yaman (ANTARA News) - Gerilyawan Al-Qaeda menculik seorang aparat intelijen Minggu di Yaman selatan, sementara orang-orang bersenjata tak dikenal membunuh seorang prajurit dan seorang polisi dalam serangan-serangan terpisah, kata seorang pejabat keamanan kepada AFP.

"Orang-orang bersenjata Al-Qaeda yang memakai topeng menghentikan sebuah bis di Loder" di provinsi Abyan, yang telah menjadi salah satu markas kelompok jihad, dan "menculik aparat intelijen Yaman bernama Fadhel Ahmed Mohsen," kata pejabat itu.

Di Zinjibar, ibukota provinsi Abyan, "orang-orang bersenjata tak dikenal yang naik sepeda-motor menembak mati seorang prajurit," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Dalam serangan terpisah, juga di Zinjibar, "orang-orang bersenjata tak dikenal menyerang dua polisi.. yang menewaskan seorang dan mencederai parah yang satunya," tambah pejabat itu.

Serangan-serangan semacam itu sering terjadi di Yaman selatan yang miskin, dimana gerilyawan Al-Qaeda menyatukan diri lagi di kawasan yang dilanda pelanggaran hukum tersebut.

Sabtu, enam prajurit Yaman tewas dalam serangan balasan suku di provinsi kawasan tenggara, Al-Baida, kata seorang pemimpin suku dan seorang pejabat keamanan.

Kantor berita Saba menyebut para penyerang itu sebagai "kelompok teroris".

Di Abyan, juga Sabtu, seorang pejabat keamanan mengatakan kepada AFP, "orang-orang bersenjata tak dikenal yang naik sepeda motor menembak mati seorang polisi, Hamzah al-Saadi, dan melarikan diri".

Yaman kini dilanda protes mematikan untuk mendongkel Presiden Ali Abdullah Saleh yang berkuasa sejak 1978.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan sekitar 175 orang.

Oposisi Yaman mendesak Saleh mengakhiri kekuasaan tiga dasawarsanya dan menyerahkan wewenang kepada deputinya untuk periode peralihan, namun usulan itu ditolak oleh pemimpin kawakan tersebut.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, tampaknya kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011