Manila (ANTARA News) - Seorang penyiar radio di Filipina ditembak mati ketika sedang menuju kantornya Senin dalam apa yang kelompok pers katakan merupakan pembunuhan keempat terhadap wartawan lokal tahun ini.

Filipina adalah salah satu negara paling berbahaya bagi wartawan dan polisi mengatakan pembunuhan Romeo Olea kemungkinan terkait acaranya, yang menyorot pemerintahan kota kecil di timur negara itu.

Istri Olea melaporkan bahwa dia telah menerima ancaman pembunuhan, kata direktur polisi setempat Superintenden Senior Victor Deona kepada AFP.

"Kemungkinan besar ini terkait pekerjaan," kata Deona.

Namun dia mengatakan istri Olea masih terlalu trauma untuk memberikan detail ancaman pembunuhan tersebut, dan bahwa para penyelidik masih perlu meninjau kembali siaran-siaran korban untuk dilihat apakah dia telah menyebabkan kemarahan terhadap kepentingan kuat.

Olea, 49, yang bekerja di stasiun radio swasta lokal DWEB, ditembak dua kali di bagian belakang ketika sedang menaiki sepeda motornya ke kantor di kota kecil Iriga sebelum fajar, kata juru bicara polisi setempat Inspektur Ayn Natuel.

Ini merupakan pembunuhan kedua wartawan DWEB dalam kurang dari setahun.

Komentator DWEB Miguel Belen ditembak mati dalam apa yang polisi katakan kemungkinan sebuah pembunuhan yang dilatari motif politik pada Juli tahun lalu. Namun tidak seorangpun ditangkap akibat kejahatan tersebut.

Deona mengatakan dia tak dapat mengatakan apakah kedua pembunuhan itu berkaitan.

Pusat untuk Kebebasan dan Tanggungjawab Media, watchdog pers lokal, mengatakan acara harian Olea, dengan nama "Apa pun Bisa", membicarakan masalah yang berkaitan dengan pemerintah kota Iriga.

Ketua Persatuan Nasional Wartawan Filipina, Nestor Burgos, mengatakan dia "terkejut" dengan insiden tersebut namun dia masih mencoba untuk mendapatkan detail tentang apa yang terjadi.

"Jika ini terkait pekerjaan, ini akan menjadi (pembunuhan seperti itu) yang keempat dan 145 sejak demokrasi dipulihkan pada 1986," katanya kepada AFP.

Kelompok media dan HAM mengatakan Filipina merupakan salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi wartawan akibat "kultur impunitas" dimana senjata adalah hal biasa dan tokoh-tokoh berkuasa yakin mereka di atas hukum.

Dalam insiden paling keji 30 wartawan berada diantara 57 orang korban pembunuhan di Filipina bagian selatan pada 2009, yang diduga dilakukan oleh anggota klan berkuasa yang ingin menyingkirkan tantangan politik rivalnya. (ANT/K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011