Bahan yang akan digunakan untuk mereklamasi lahan pasca penambangan timah tersebut sebagian berupa pupuk kompos dengan komposisi mencapai 42 persen untuk satu siklus pertama tanah yang masuk ke dalam kategori 4 atau lahan yang sudah rusak parah.
Balunijuk, Bangka (ANTARA News) - Lahan bekas pertambangan bijih timah di Bangka Belitung (Babel), bisa dicetak menjadi sawah yang subur dengan biaya Rp23 juta per hektare yang bisa ditanami padi dan hortikultura.

"Di atas lahan yang sudah dicetak potensial ditanami padi dan hortikultura untuk meningkatkan ketahanan pangan daerah yang selama ini menggantungkan pasokan pangan dari luar provinsi," ujar Eddy Nurtjahya, Pjs. Dekan Fakultas pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB) di Balunijuk, Kamis.

Ia menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian dan kajian lahan eks penambangan timah yang ternyata cukup prospek dijadikan lahan persawahan padi.

"Kalau membuat lahan persawahan untuk ditanami padi pada lahan pasca penambangan timah, maka diperlukan dana sekitar Rp31,3 juta/hektar pada satu siklus pertama tanam hingga panen. Sedangkan siklus keduanya biayanya tidak terlalu besar karena tidak banyak lagi menambahkan kompos," ujarnya.

Ia mengatakan, lahan pascapenambangan timah ini telah didominasi pasir untuk penambangan yang tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar, sehingga perlu penambahan pupuk kompos sebagai bahan organik untuk mempercepat pengembalian kondisi unsur hara tanah tersebut..

"Bahan yang akan digunakan untuk mereklamasi lahan pasca penambangan timah tersebut sebagian berupa pupuk kompos dengan komposisi mencapai 42 persen untuk satu siklus pertama tanah yang masuk ke dalam kategori 4 atau lahan yang sudah rusak parah," ungkapnya.

Ia mengatakan, tanah pasca penambangan bijih timah dapat diklasifikasikan berdasarkan kandungan unsur hara yang masih tersisa di dalam tanah tersebut yaitu lahan masih subur karena baru ditambang sekali dan cara penambangnnya dilakukan dengan benar.

"Lahan yang kurang subur dan lahan yang benar-benar sudah hancur, diperlukan pemupukan yang optimal agar tanaman bisa hidup dan menghasilkan buah yang baik," ujarnya.

Menurut dia, pihak-pihak yang harus bertanggungjawab dalam mengembalikan lahan pasca penambangan bijih timah ini tergantung dari wilayah penambangannya. Jika lahan itu masih berada di wilayah penambangan sebuah perusahaan, maka yang harus bertanggungjawab adalah perusahaan tersebut.

Akan tetapi, katanya, jika lahan tersebut masih di wilayah milik pemerintah daerah, maka yang bertanggungjawab adalah pemerintah daerah tersebut dalam menyediakan dana untuk proses reklamasi.

Untuk itu, kata dia, perbaikan lahan pasca penambangan timah menjadi lahan pertanian harus melibatkan semua elemen masyarakat. Sehingga program pemerintah daerah dalam menjaga ketahanan pangan ini bisa tercapai.

"Memang diperlukan kesadaran kepada masyarakat untuk tetap menjaga lahannya yang produktif sebagai lahan pertanian agar tidak ditambang," ujarnya.

Sementara peran pemerintah adalah mencari lahan yang tidak terdapat bijih timah untuk lahan pertanian supaya tidak terganggu dengan penambangan ini.

"Kami dari pihak akademisi bisa membantu mencarikan jenis komoditas yang cocok bagi lahan tersebut," ujarnya.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011