Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan kembali keperluan untuk mengambil pelajaran dari kasus Ruyati Binti Satubi sehingga di masa depan tercipta suatu mekanisme terkait komunikasi tata krama internasional.

Hal itu, menurut Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, di Jakarta, Selasa, disampaikan saat Presiden Yudhoyono menerima Dubes Arab Saudi.

"Yang bersangkutan menjanjikan menyampaikan hal-hal yang disampaikan Presiden (kepada pemerintahnya)," kata Faiza.

Presiden, kata Faiza, juga menggarisbawahi mengenai keperluan menarik pelajaran dan memastikan hubungan bilateral akan lebih baik dalam berbagai aspek yang telah baik selama ini.

Saat ditanya apakah dalam kesempatan itu terjadi pembahasan soal bantahan Dubes Arab Saudi pada pernyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang menyatakan pemerintahnya meminta maaf, Faiza mengatakan bahwa hal itu tidak disampaikan di tingkat kepala negara.

"Kita memaklumi dalam kunjungan tadi atas permintaan yang disampaikan Dubes Arab Saudi dalam rangkaian penyelenggara Musabaqah Hafalan Al Quran dan Hadist dimana Arab Saudi selaku sponsor," katanya.

Ruyati Binti Satubi adalah Tenaga Kerja Indonesia yang dihukum pancung di Arab Saudi karena dalam pengadilan terbukti membunuh majikannya. Hukuman pancung yang dilaksanakan pada Ruyati dilakukan pada 18 Juni lalu tanpa sepengetahuan perwakilan Indonesia.

Sebelumnya menurut Menlu Marty hal itu lazim dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi yang tidak sejalan dengan tata krama internasional.

Insiden itu kemudian memunculkan seruan keras dari sejumlah pihak di Indonesia agar Pemerintah Indonesia meninjau kembali hubungannya dengan Arab Saudi terkait pengiriman TKI.

Pemerintah Indonesia kemudian memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi per Agustus 2011 seiring dengan makin bertambahnya daftar TKI yang disiksa atau dibunuh di Arab Saudi.

Moratorium akan dilakukan hingga ada mekanisme yang pasti perlindungan TKI di Arab Saudi.(*)
(T.G003/R010)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011