Jakarta (ANTARA News) - Penjualan barang elektronik diperkirakan anjlok 10-20 persen bila tarif dasar listrik (TDL) dinaikkan, karena konsumen akan mengurangi pembelian barang jenis itu untuk menekan biaya hidup. Hal itu dikemukakan Juru Bicara Klub Pemasar Elektronik (EMC) Handoko Setiono menanggapi rencana pemerintah menaikkan TDL baik terhadap industri maupun rumah tangga. "Wah, berat. Kalau TDL sampai naik, maka pasar elektronik akan semakin memburuk, padahal setelah kenaikan harga BBM saja kami hanya memproyeksikan pertumbuhan yang sangat konservatif, minimal sama dengan tahun lalu," ujar Handoko. Ia memperkirakan penjualan barang elektronik akan langsung anjlok 10-20 persen bila pemerintah menaikkan TDL dalam waktu dekat ini, karena sampai saat ini daya beli konsumen belum pulih akibat kenaikan harga BBM yang rata-rata sebesar 125 persen. "Kenaikan TDL akan semakin meningkatkan biaya hidup masyarakat, terutama lapisan bawah sehingga konsumsi barang elektronik mereka juga rendah," ujarnya. Padahal, lanjut dia, pangsa pasar barang elektronik yang terbesar adalah di segmen menengah ke bawah. Handoko mengatakan kenaikan TDL akan semakin menyingkirkan barang elektronik dari kebutuhan mereka. Ia mencontohkan kalangan menengah yang konsumsi listriknya 1,300 watt - 2.200 watt akan menurunkan tingkat kebutuhan terhadap barang elektronik, dari sekunder menjadi kebutuhan tersier. Begitu juga dengan kalangan bawah yang konsumsi listriknya 450 - 900 watt. "Bisa jadi mereka sama sekali tidak akan membeli barang elektronik, karena kebutuhan hidup meningkat," ujarnya. Menurut Handoko, pihaknya telah melakukan simulasi bahwa kenaikan biaya hidup (living cost) sebesar 25 persen akan menurunkan penjualan barang elektronik lima sampai 10 persen. "Saat ini saja kami dalam posisi bertahan, kalau TDL sampai naik, maka tidak hanya penjualan turun, tapi industri elektronik dalam negeri juga bisa tersungkur dan investasi (elektronik) semakin menjauh, karena tidak ada lagi insentif di negeri ini. Pasar besar, tapi masyarakatnya tidak punya daya beli," katanya. Premium Lebih jauh, dikatakan Handoko, untuk mensiasati daya beli kalangan menengah ke bawah yang melemah, diperkirakan semua produsen elektronik akan gencar memasarkan produk-produk elektronik kelas premium. "Hampir dapat dipastikan dengan menurunnya daya beli, semua produsen elektronik anggota EMC akan beralih ke produk premium yang konsumennya tidak tergoyahkan daya belinya oleh kenaikan BBM maupun TDL sekalipun," katanya. Namun, bahayanya, lanjut Handoko, produk premium kebanyakan tidak diproduksi di Indonesia, tapi diimpor dari negara lain, sehingga dikhawatirkan industri elektronik di dalam negeri akan terpuruk, akibatnya investor enggan menambah investasi mereka. "Pemerintah harus arif menentukan berbagai kenaikan, jangan hanya melihat dari sisi APBN, tapi juga dampak yang besar bagi kegiatan ekonomi masyarakat," ujarnya. Apalagi, kata dia, pemerintah juga belum bisa dipercaya untuk benar-benar memberi insentif bila TDL naik, karena paket insentif akibat kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005 saja belum dijalankan semua, dengan alasan belum dibahas DPR. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006