Jakarta (ANTARA News) - Kontribusi perusahaan minyak dan gas bumi (migas) dalam kegiatan pengelolaan industri migas di Indonesia hingga kini masih kurang dari 15 persen, sementara 85 persen dikuasai kontraktor migas asing. "Kami menargetkan dapat meningkatkan kontribusi menjadi lebih dari 50 persen pada 2020 mendatang," kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Asperminas) Effendi Siradjuddin, di Jakarta, Kamis, usai pemilihan sekaligus pembentukan asosiasi yang menurut rencana akan dikukuhkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro pada 15 Februari 2006. Didampingi Sekjen Asperminas, Lian Simatupang dan pengurus lainnya, Effendi mengemukakan selama 120 tahun berlangsungnya kegiatan pengelolaan industri migas di negeri ini, praktis peran maupun kiprah industri migas nasional masih sangat rendah. Kondisi ini berbanding terbalik dengan di China, dimana peran industri migas asing di negeri Tirai Bambu itu cuma 3 persen. Dikatakannya peran perusahaan migas nasional dalam mengelola industri migas di negeri ini akan ditingkatkan. Dari aspek keahlian (skill), SDM (sumber daya manusia), manajemen pengelolaan, serta pengalaman yang dibutuhkan untuk mengelola industri migas di Indonesia, kemampuan pengusaha migas nasional tak perlu diragukan. "Mungkin soal modal yang perlu kita carikan jalan keluarnya. Untuk itu, kami juga sudah menjalin kerjasama dengan Bank Indonesia, dan mungkin nanti juga dengan kalangan perbankan nasional," jelasnya. Menurut Effendi, untuk bisa meningkatkan perannya di Indonesia, dibutuhkan kerja keras pengusaha migas nasional, serta memerlukan dukungan dari pemerintah dan DPR. Maksudnya, pemerintah dengan dukungan DPR melalui kebijakannya bisa lebih memberdayakan peran pengusaha migas nasional di republik ini di masa-masa mendatang, katanya. Satu hal yang pasti, katanya, untuk bisa meningkatkan peran perusahaan migas nasional agar bisa menjadi tuan di negerinya sendiri, dan memiliki daya saing global, sangat dibutuhkan terciptanya iklim investasi yang kondusif. "Konkretnya, iklim investasi harus dibuat kondusif, sehingga mampu menarik pendanaan dari dalam negeri dan luar negeri untuk meningkatkan pertumbuhan industri migas dan perusahaan migas nasional," katanya. Kebutuhan modal untuk mengusahakan industri migas di tanah air sejauh ini memang terbilang tidak kecil. Untuk tahun lalu saja, kata Effendi, nilai investasinya mencapai 7 miliar dolar AS. "Ini sebagian besar bisa dipenuhi oleh bank-bank nasional kita, kalau iklim investasi kondusif yang kami jelaskan tadi bisa terwujud," katanya. Asosiasi yang pendiriannya telah dirintis sejak 2000 tersebut, menurut Effendi juga berencana akan memberikan masukan konkret dalam penyusunan cetak biru (blue print) industri migas dan perusahaan migas nasional dalam jangka panjang. (*)

Copyright © ANTARA 2006