Jakarta (ANTARA News) - Lembaga penegak hukum di Indonesia termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memiliki keberanian mengungkap secara tuntas dugaan praktik penyuapan dalam proyek-proyek pemerintah seperti dalam dugaan yang dituduhkan oleh M Nazaruddin.

Untuk membawa dugaan penyuapan sebagaimana dituduhkan oleh Nazarudin dalam proyek Kemenpora di Hambalang, Bogor ke ranah hukum tentunya perlu pembuktian melalui fakta-fakta hukum. "Hanya saja, dalam konteks realita, semua ucapan Nazaruddin itu bisa dikategorikan sebagai suatu fakta peristiwa yang tidak membutuhkan asas pembuktian terbalik," kata Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Kamis.

Dalam wawancara melalui telepon dengan salah satu stasiun televisi swasta, Nazaruddin menyebutkan bahwa proyek pembangunan Pusat Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang, Bogor, Jawa Barat termasuk salah satu proyek yang sudah diatur pemenang tendernya. Nazaruddin menuding dua perusahaan PT AKa dan PT WK, yang memenangkan tender proyek tersebut diduga memberikan suap miliaran rupiah kepada petinggi partai tertentu.

Menurut Ichsanuddin, apa yang diungkapkan Nazaruddin terkait praktik suap itu adalah perkara yang lumrah terjadi di panggung bisnis. Hanya saja, jika praktik suap itu melibatkan institusi negara, bisa berdampak buruk terhadap iklim penegakan hukum. Pasalnya, perkara penyuapan yang menyeret institusi pemerintahan akan memicu praktik-praktik koruptif.

Ia mengatakan, dugaan praktik suap yang dilakukan dua perusahaan seperti diungkapkan Nazaruddin itu adalah rahasia umum yang sudah diketahui publik. Apa yang diduga dilakukan PT AK dan PT WK sebetulnya lumrah terjadi di dunia bisnis di mana pun, ujar dia.

Ichsanuddin mengungkapkan, konspirasi yang terjadi di dunia nyata itu hanya akan berujung pada sanksi moral serta sanksi sosial dari publik. Terutama dijatuhkan kepada oknum-oknum elit politik yang ikut bermain. Pasalnya, sistem peradilan di Indonesia masih terjebak pada aspek "legal positivism". Itu yang selama ini digembar-gemborkan oleh elit parpol pemegang tampuk kekuasaan saat ini.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Indonesia, Aviliani menilai praktik suap yang dilakukan oleh perusahaan BUMN sudah berlangsung sejak lama.

Meskipun belakangan ini pola-pola semacam itu sudah jauh berkurang. Terutama di perusahaan pelat merah yang sudah berstatus perusahaan terbuka (Tbk) karena adanya kewajiban keterbukaan dan transparansi. Setiap proses tender yang dilakukan emiten, termasuk BUMN  harus dilaporkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

"Yang masih sulit untuk dipantau adalah perusahaan BUMN yang belum berstatus Tbk. Karena praktik penyelewengan semacam itu akan lebih mudah dilakukan," katanya.

Aviliani berharap tidak ada lagi gangguan partai politik terhadap kegiatan pembangunan nasional demi alasan meraup keuntungan bagi segelintir kelompok atau golongan. Dengan adanya tudingan Nazaruddin, meskipun belum bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, Aviliani meminta parpol bisa memetik hikmahnya.

"Nyanyian Nazaruddin ini merupakan puncak gunung es, untuk itu dibutuhkan penerapan good governance bagi semua proyek-proyek yang melibatkan perusahaan BUMN," ujarnya.

Koordinator Monitoring dan Pengawasan Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas menjelaskan "permainan" proyek pemerintah diduga benar-benar ada.

Firdaus menceritakan proses permainan tender, khususnya infrastruktur, sangat kompleks. Proyek ini sudah dirancang dari awal, sehingga menjadi "bancakan" bersama. "Umumnya pengerjaan proyek itu selalu dilakukan pada tiga bulan terakhir setiap tahun. Pada Oktober, November dan Desember, kontrolnya sangat longgar," ujar Firdaus.(*)
(T.F004/S006)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011