Sama sekali tidak ada hubungannya. Produksi biodiesel tidak ada kaitan dengan itu
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor menegaskan bahwa kebutuhan minyak kelapa sawit (CPO) untuk pembuatan biodiesel tidak akan mengganggu pasokan minyak goreng, begitupun sebaliknya.

Ia pun membantah produksi biodiesel atau yang dikenal sebagai B30 menjadi penyebab utama mahalnya harga minyak goreng dalam beberapa waktu terakhir.

"Sama sekali tidak ada hubungannya. Produksi biodiesel tidak ada kaitan dengan itu," kata Tumanggor dalam pernyataan di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan catatan Aprobi yang menyatakan produksi minyak kelapa sawit nasional mencapai hampir 47 juta ton per tahun. Sedangkan, industri petrokimia dan biodiesel hanya menyerap masing-masing 1,7 juta ton dan 8,17 juta ton.

"Untuk minyak goreng itu paling 4-5 juta kilo liter. Untuk makanan 8 juta. Kebutuhan dalam negeri itu sekitar 18 juta, sisanya kita ekspor," kata Tumanggor.

Ia menilai persoalan mahalnya harga minyak goreng adalah masalah distribusi yang terhambat sehingga pasokan tidak tersedia di pasaran. Hal ini juga sudah diakui oleh Kementerian Perdagangan selaku regulator.

"Ini jaringan distribusi yang menjadi masalah. (Kalau) biodiesel ini sudah ada sejak 2006. Transformasi B10, B20, B30 tidak ada gejolak minyak goreng. Kenapa tidak tersalur ke bawah? Ini yang sedang dilihat," katanya.

Selain itu, Tumanggor memperkirakan kenaikan harga minyak goreng tak lepas dari kenaikan harga CPO yang secara tidak langsung menambah beban biaya produksi minyak goreng.

"Kebijakan pemerintah ini sudah bagus mengharuskan kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation). Harus dicatat, harga CPO Indonesia itu lebih murah dari harga internasional," jelasnya.

Tumanggor menambahkan selama ini produsen menjual biodiesel ke badan usaha bahan bakar minyak dengan harga keekonomian, sejalan dengan ketentuan Kementerian ESDM.

"Jadi biodiesel tidak ada kaitan soal ini. Sekarang, produsen biodiesel dapat upah proses produksi 85 dolar AS. Kalau minyak goreng, dia beli CPO harga pasar," katanya.

Sementara itu, Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan juga membantah tudingan yang menyatakan produsen biodiesel kerap mendapatkan insentif dari pemerintah.

"Sesungguhnya, masyarakat yang mendapatkan subsidi karena bisa menggunakan bahan bakar yang lebih bersih seharga solar," katanya.

Selama ini, lanjut dia, para pengusaha sudah mendapatkan mandat untuk menjual biodiesel di dalam negeri. Namun, Paulus mengakui, harga yang dipatok relatif sangat kecil.

"Harga internasional saat ini 1.615 dolar AS. Dengan kurs sekarang, jadi Rp19.000-an. Kita mau jual ke Singapura atau ke China bisa segitu. Kalau di Indonesia Rp13.000," katanya.

Baca juga: Gapki prediksi harga CPO bertahan tinggi hingga Maret 2022

Baca juga: Pemerintah akan uji jalan kendaraan B40 pada awal Februari 2022

Baca juga: Program B40 dan upaya Indonesia bebas impor BBM

Baca juga: Menelisik potensi nyamplung sebagai bahan baku biodiesel di Selayar

 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022