Luwuk, Sulteng (ANTARA News) - Anggota DPRD Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Asgar Ali meminta seluruh pihak di daerah itu untuk duduk bersama menyusul kerusuhan di ladang minyak Tiaka, Kabupaten Morowali yang menyebabkan dua warga lokal tewas.

"Memang kami sering mendapat masukan dari masyarakat di tiga kecamatan di kawasan sumur minyak Tiaka agar program kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan lebih ditingkatkan," kata Asgar Ali yang dihubungi per telepon dari Luwuk, Kabupaten Banggai, Selasa.

Menurut dia, wilayah yang sering mengeluhkan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (corperate sosial responsibility/CSR) adalah Kecamatan Mamosalato, Bungku Utara dan kecamatan Baturube.

"Masyarakat sudah berulang kali menyampaikan aspirasi dan mendesak DPRD Morowali agar sejumlah program pembangunan di tiga kecamatan itu dapat diakomodir perusahaan yang mengelola lapangan minyak Tiaka," kata Asgar.

Politis Partai Gerindra itu mengatakan, DPRD telah beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke lapangan Tiaka yang dikelola bersama antara Pertamina dan Medco E&P Tomori Sulawesi.

"Mediasi dan rapat kerja sudah sering dilakukan, namun sejumlah usulan masyarakat seperti fasilitas kesehatan dan program pemberdayaan ekonomi pesisir tidak diakomodir," terang Asgar.

Anggota Komisi III DPRD Morowali itu menegaskan semua pihak untuk menahan diri dan kembali melakukan perencanaan yang matang terkait pemberdayaan masyarakat di Morowali.

Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi diminta lebih fokus untuk memberdayakan ekonomi pesisir.

Mantan aktivis HMI meminta dana pemberdayaan masyarakat di perusahaan itu dibuka dan dapat diakses oleh masyarakat.

Andre M. Sondeng, korban tertembak yang sedang di rumah sakit Luwuk mengatakan perusahaan tidak membuka akses terhadap program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Andre yang masih sebagai mahasiswa yang dalam kerusuhan Tiaka Senin (22/8) petang bertindak sebagai koordinator massa mengatakan 456 meter persegi laut di kawasan Tiaka menjadi zona terlarang bagi nelayan tradisional.

"Nelayan tradisonal banyak yang beralih profesi sebagai petani, buruh kasar dan bermigrasi ke kota akibat hasil tangkap yang menurun sejak pengoperasian lapangan minyak Tiaka," terang Andre.

Kerusuhan di Tiaka pecah, Senin (22/8) saat warga melakukan unjuk rasa di lapangan minyak yang dikelola bersama antara PT Pertamina dan Medco E&P Tomori Sulawesi.

Mereka menuntut investor merealisasikan program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) di Kecamatan Mamosalato, Bungku dan Baturube.

Di area lapangan minyak Tiaka, massa merusak fasilitas perusahaan dengan aneka senjata tajam bahkan melempari bom molotov ke tempat yang mengandung bahan kimia berbahaya.

Kapolres Morowali AKBP Suhirman dan puluhan polisi berusaha menenangkan massa yang membawa aneka senjata tajam di lokasi lapangan minyak namun massa justru menyandera seorang anggota TNI dan sejumlah polisi.

Massa berhasil dihalau aparat keamanan sehingga balik ke arah daratan dengan tetap membawa sandera, namun di tengah laut perahu yang dinaiki kehabisan bahan bakar.

Polisi yang datang membawa membawa bahan bakar meminta warga melepaskan sandera.

Usai pelepasan sandera, warga menyerang polisi. Akibatnya, dua warga tewas dan beberapa orang lainnya mengalami luka.

Korban dibawa ke RSU Luwuk untuk mendapatkan pertolongan.

Produksi minyak lapangan Tiaka per harinya mencapai 1.900 hingga 2.000 barel per hari.
(ANT-107)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011