varietas tahan iklim sangatlah penting terutama dalam menyikapi ancaman kegagalan produksi komoditas pangan akibat faktor cuaca dan perubahan iklim
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyatakan perlunya inovasi untuk mendorong varietas yang tahan terhadap  perubahan iklim dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional.

“Agar produksi pangan selalu terjaga maka perlu diantisipasi melalui pengembangan varietas tahan iklim," kata Johan Rosihan dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, inovasi varietas tahan iklim sangatlah penting terutama dalam menyikapi ancaman kegagalan produksi komoditas pangan akibat faktor cuaca dan perubahan iklim yang mulai dirasakan saat ini.

Johan mengingatkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling rentan dan sensitif terhadap perubahan iklim.

Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah jangan hanya menyalahkan kondisi cuaca yang tidak mendukung peningkatan produksi pangan.

Namun, tegas Johan, harus segera dilakukan evaluasi diri, karena banyak kebijakan yang dibuat tidak pro peningkatan produksi seperti pemotongan anggaran pertanian, penurunan rencana target produksi pangan, ketergantungan impor dan lain sebagainya.

"Saya mendesak pemerintah segera membuat langkah antisipasi sebab perubahan iklim yang ekstrim akan mengancam kegagalan produksi pangan," ujar Johan seraya mengingatkan bahwa urusan pangan berpengaruh vital bagi stabilitas nasional.

Sebagaimana diketahui, lanjutnya, bahwa pengeluaran per kapita untuk kebutuhan pangan terus meningkat, bahkan permintaan pangan terus meningkat setiap tahun.

Untuk itu, ujar dia, perlu pula fokus kepada langkah peningkatan produksi pangan melalui pendekatan "climate smart agriculture" yang sesuai dengan ekosistem lokal.

Sebelumnya, Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan Badan Pangan Nasional harus melibatkan multipihak guna mewujudkan ketahanan pangan nasional.

"Badan Pangan Nasional bertanggung jawab penuh untuk mencapai ketahanan pangan dalam artian ketersediaan dan keterjangkauan makanan yang beragam, berkualitas, dan bernutrisi bagi masyarakat Indonesia," kata Felippa.

Badan Pangan Nasional, kata Felippa, punya pekerjaan rumah yang besar karena ketahanan pangan Indonesia masih rendah. Berdasarkan Global Food Security Index dari The Economist Intelligence Unit, ketahanan pangan Indonesia ada di posisi 69 dari 113 negara, dengan nilai yang rendah di indikator-indikator terkait keterjangkauan pangan, kualitas, dan pengelolaan sumber daya alam dan resiliensi.

Felippa mengatakan masalah terbesar ketahanan pangan Indonesia adalah keterjangkauan. Harga beras yang menjadi salah satu komoditas strategis, kata dia, dua kali lipat lebih mahal dibanding harga beras internasional.

Alhasil, masyarakat Indonesia juga harus mengeluarkan proporsi yang lebih tinggi untuk makanan dibanding dengan masyarakat di negara lain. Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 56 persen dari pengeluaran mereka untuk membeli makan, lebih tinggi dari masyarakat Singapura (20 persen), Malaysia (21 persen) dan Thailand (26 persen).
Baca juga: Ketua DPD RI: Pemerintah buat terobosan nyata pertanian buat milenial
Baca juga: Menteri Pertanian motivasi mahasiswa Polbangtan Medan
Baca juga: Menkop dan UKM tanam perdana pisang Cavendish di Bener Meriah

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022