Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

"Kami sudah minta Kedeputian Korsup (Koordinasi dan Supervisi) untuk berkoordinasi dengan Bareskrim karena Bareskrim yang menangani TPPU-nya bukan Direktorat Tipikor tetapi Direktorat Tindak Pidana Ekonomi tertentu kalau tidak salah seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Ia mengaku KPK belum mengetahui "predicate crime" atau tindak pidana asal soal dugaan pencucian uang Novanto tersebut sehingga Bareskrim Polri yang menanganinya.

Baca juga: Kalapas Sukamiskin luruskan isu insiden libatkan Setnov di Lapas

"Kira-kira di sana itu 'predicate crime'-nya itu apa. Kalau 'predicate crime'-nya korupsi kan KPK yang menangani. Kami belum tahu apa 'predicate crime' SN (Setya Novanto) yang ditangani oleh Direktorat Pidana Ekonomi tertentu itu sehingga mereka menaikkan atau melakukan penyidikan TPPU," ujar Alex.

"Tetapi kalau tindak pidananya korupsi, tentu nanti kami akan tindak lanjuti karena harusnya yang melakukan penyidikan TPPU itu adalah penyidik yang melakukan atau menangani perkara korupsinya, seperti itu. Kami belum tahu 'predicate crime' yang ditangani Bareskrim dan kami sudah minta untuk dilakukan koordinasi dengan Bareskrim," kata dia menambahkan.

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak KPK mengambil alih penanganan perkara dugaan TPPU Novanto dari Bareskrim Polri.

Baca juga: MAKI desak KPK ambil alih perkara TPPU Setya Novanto
Baca juga: Setya Novanto tak termasuk narapidana yang kena COVID-19 di Sukamiskin


Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan Bareskrim sudah melakukan penyidikan dugaan TPPU Novanto, namun penanganan perkara itu mangkrak.

"Karena di Bareskrim tidak jalan lagi kasusnya, ini harus diambil alih KPK karena perkara pokok korupsi KTP-el itu ada di KPK," kata Boyamin saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (12/2).

Novanto merupakan terpidana perkara korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). Ia divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022