Depok (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk tim untuk mengkaji penghentian pemberian remisi terhadap teroris dan koruptor.

"Tim pengkaji tersebut, dipimpin Dirjen Pemasyarakatan Untung Sugiyono," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patralis Akbar usai menghadiri wisuda putranya di Balairung Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat, Jumat sore.

Menurut dia, langkah tersebut diambil untuk menindaklanjuti persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap moratorium atau penghentian pemberian remisi terhadap dua jenis narapidana tersebut.

"Kita akan ambil inisiatitif untuk mengkaji PP No. 28 Tahun 2006 sebagai landasan hukumnya," ucapnya.

Saat ini, ujar dia, banyak permintaan masyarakat yang menghendaki tidak diberikan remisi kepada teroris dan koruptor. Tentunya presiden mendengar aspirasi masyarakat tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 tentang pemberian hak terpidana diatur bahwa terpidana kasus kejahatan, termasuk korupsi bisa mendapatkan remisi setelah menjalani sepertiga masa tahanan dan berkelakuan baik selama dalam tahanan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui penghentian (moratorium) pemberian remisi kepada terpidana kejahatan terogranisasi, terutama kasus tindak pidana korupsi dan terorisme.

Staf khusus presiden bidang hukum Denny Indrayana mengatakan, moratorium remisi kepada terpidana kasus korupsi dan terorisme segera diberlakukan, setelah revisi peraturan perundangan yang mengatur pemberian remisi.

Menurut Denny, penghentian pemberian remisi kepada terpidana kasus kejahatan terorganisasi dilakukan untuk memberikan efek jera yang lebih kuat.

"Saya baru saja berdiskusi dengan Presiden. Presiden menegaskan kembali persetujuannya untuk menguatkan pesan penjeraan kepada para pelaku kejahatan terorganisasi, khususnya korupsi dan terorisme. Untuk itu, pengurangan hukuman atau remisi kepada para koruptor dan teroris disetujui untuk dihentikan," tuturnya.

Denny mengemukakan bahwa kebijakan moratorium remisi bagi terpidana korupsi dan terorisme itu dilakukan seiring dengan perbaikan peraturan perundangan yang mendasarinya.
(T.F006/C004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011