Jakarta (ANTARA) - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mendorong anak muda Indonesia untuk berani memperjuangkan ide dan gagasan sendiri yang diambil dari Trilogi Perjuangan Proklamator RI Soekarno.

"Kekuatan anak-anak muda adalah ide dan gagasan," kata Hasto saat memberi pengarahan dalam pelantikan pengurus pusat Banteng Muda Indonesia (BMI) di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis.

Hasto pun mengajak para anak muda untuk belajar pada sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Baca juga: PDI Perjuangan melantik kepengurusan Banteng Muda Indonesia

Bung Karno pernah menyampaikan teori perjuangan yang disampaikan pada tahun 1923. Saat itu Bung Karno mengemukakan "Nationale Geest" (Roh dan Semangat Nasional), "Nationale Wil" (Kemauan Nasional) dan "Nationale Daad" (Perbuatan Nasional).

Dalam konteks itu, kata Hasto, maka anak-anak muda bisa memulai dengan sebuah ide dan gagasan. Hal itu merupakan titik awal yang menjadi semangat untuk bergerak.

"Ide didapatkan dari imajinasi yang menciptakan spirit atau semangat. Spirit menciptakan tekad, dan tekad menciptakan tindakan," ujarnya dalam siaran persnya.

Dia lalu menceritakan bahwa di tahun 1930-an, Bung Karno sudah memiliki ide dan visi bahwa Indonesia merdeka akan terjadi pada saat Pasifik membara. Pada saat itu, ide Bung Karno itu dianggap tak masuk akal karena Indonesia terjajah, rakyatnya miskin, dan tak punya sumber daya sendiri. Mayoritas dikuasai oleh penguasa kolonial.

Namun, Bung Karno menjadikan ide itu sebagai sebuah spirit dan kemudian menjadi tindakan. Ide itu dibahasakan dengan budi bahasa rakyat sehingga merasuk ke pemikiran dan hati rakyat.

"Dan akhirnya semua bergerak bersama. Terbukti pada tahun 1945 Indonesia merdeka saat Pasifik membara," kata Hasto.

Contoh lainnya adalah ketika Bung Karno menggagas pembebasan Irian Barat. Saat itu, Bung Karno memiliki ide bahwa jika Irian Barat tak menjadi bagian dari RI dan tetap di bawah kekuasaan Penjajah.

"Bung Karno mengatakan Irian Barat bagaikan pisau belakang kolonialisme dan setiap saat kita bisa ditusuk oleh Belanda. Atas dasar hal tersebut sesuai kajian historis dan geopolitik maka Irian Barat memang satu kesatuan 'national state', satu kesatuan kebangsaan Indonesia," jelasnya.

Saat itu, ide Bung Karno itu pun dianggap tak masuk akal karena Indonesia tak memiliki dana dan sumber daya serta kekuatan militer.

Namun dengan berbagai strategi dan upaya diplomasi termasuk dengan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, Irian Barat akhirnya menjadi bagian integral Republik Indonesia.

Baca juga: Survei Charta Politika: Elektabilitas PDIP dan Gerindra bersaing

Di masa kini, hal yang sama bisa dilakukan oleh para anak muda Indonesia. Dan jika jalan yang pernah dilalui oleh para pendiri bangsa itu juga dilakukan, maka niscaya anak muda Indonesia akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia yang kualitasnya setara.

Kontekstualisasi ide tersebut bisa dimulai dari ide sederhana yang menggelorakan kembali semangat berdikari.

"Jadi anak-anak muda harus kreatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdaya cipta bagi kepentingan para pemuda Indonesia. Anak-anak muda bisa kembangkan juga potensi kuliner nusantara, kopi, coklat dan seluruh sumber daya nasional. Semuanya dengan daya kreasi anak muda," ujarnya.

Misalnya, anak-anak muda bisa mengembangkan pecel sebagai penganan khas Nusantara untuk menjadi makanan yang sehat. Di masa pandemi saat ini, dunia membutuhkan sumber bahan pangan yang menyehatkan.

"Lakukan hal yang tampaknya sederhana, namun jika terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah gerakan," ucapnya.

Untuk bisa mencapai itu, para anak muda tentu harus banyak membaca buku dan sumber pengetahuan lainnya. Para anak muda juga bisa membahas bagaimana K-Pop bisa menjadi fenomena global.

Hasto pun berharap Banteng Muda Indonesia bisa menggerakkan setiap anak muda Indonesia untuk menciptakan prestasi dalam setiap bidang kehidupan.


Baca juga: Hasto ingin gelorakan semangat kepemimpinan kepada mahasiswa

Baca juga: Sekjen PDIP: Polemik tunda Pemilu 2024 tak perlu diperpanjang

 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022