BI akan merespons kenaikan suku bunga acuan Fed dengan menjaga imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) dan nilai tukar rupiah
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memprediksikan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tujuh kali pada 2022, termasuk peningkatan yang sudah dilakukan pada Maret sebesar 25 basis poin.

"Semula, kami perkirakan kenaikan sebanyak lima kali, sehingga ada kemungkinan suku bunga Fed akan naik di setiap pertemuan bulanan untuk sisa tahun ini," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis.

Dari komunikasi yang ada, ia menyebutkan Fed melihat bahwa pertumbuhan ekonomi AS tetap kuat, sehingga adanya kenaikan harga energi yang menyebabkan inflasi Negeri Paman Sam perlu direspons dengan kenaikan suku bunga acuan bank sentral.

Maka dari itu, BI akan merespons kenaikan suku bunga acuan Fed dengan menjaga imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.

Dengan kenaikan suku bunga Fed, Perry menuturkan imbal hasil obligasi AS pun sudah naik dari yang dahulu 1,3 persen menjadi 1,9 persen, serta terdapat kemungkinan meningkat hingga 2,1 persen dan 2,3 persen pada tahun depan.

"Koordinasi kami dengan Kementerian Keuangan, kalau yield surat utang AS naik tentu saja secara normal imbal hasil SBN Indonesia juga naik. Ini karena mekanisme pasar dalam lelang pasar perdana membawa ke situ," ungkapnya.

Saat ini, lanjut dia, yield SBN tenor 10 tahun sudah naik dari 6,1 persen menjadi 6,5 persen, bahkan mendekati 6,7 persen sampai 6,8 persen.

Kemudian, respons BI terhadap nilai tukar rupiah adalah terus melakukan langkah-langkah stabilitas di tengah eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.

Namun, Perry menekankan pergerakan mata yang Garuda tak hanya dipengaruhi faktor teknikal, tetapi juga berbagai faktor fundamental yang positif seperti surplus neraca perdagangan dan besarnya suplai valas dalam negeri.

Selain itu, penguatan dolar AS saat ini terhadap berbagai mata uang di dunia tak sekuat sebelumnya, sehingga nilai tukar rupiah masih terjaga.

Baca juga: BI: Normalisasi kebijakan terkalibrasi perlu dilakukan seluruh negara
Baca juga: BI ingatkan "tapering" Fed tetap berpotensi timbulkan ketidakpastian
Baca juga: BI: RI perlu lebih fleksibel hadapi potensi kenaikan bunga obligasi AS

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022